Rabu, Agustus 07, 2019

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 12 - Penutup

Catatan Alhamdulillaah..


Alhamdulillah...Akhirnya tulisan ini selesai juga.
Rasanya kok ga kelar-kelar ya. Sampai-sampai gaya tulisan saya berubah dari sejak menulis pertama masih pakai kata 'aku', sekarang sudah jadi 'saya'. Dari yang dulu masih emosian, sekarang sudah jauh lebih tenang.

Saya dan suami merasa bersyukur ikut dalam Bimbingan Haji reguler. Kebetulan di tempat kami ini jumlah jamaahnya tidak banyak.. hanya tigapuluhan orang, jadi kami lumayan kompak. Sampai sekarang pun masih sering berkomunikasi. Tapi jangan tanyakan dimana alamat bimhingan hajinya ya. Karena suatu dan lain hal, bimbingan haji ini sudah tidak beroperasi lagi.
Haji reguler juga mengambil waktu yang lebih lama di tanah suci, namun rasanya lebih puas, dan lebih 'dapat' rasa berhajinya. Yaah, mungkin karena ada perasaan egaliter, terasa betul bahwa kita ini sama-sama manusia biasa makhluk Allah yang sedang mencari ridha Nya. Satu sama lain tak jauh berbeda karena status atau pangkat disini tak begitu terasa.

Saya bersyukur karena sebelumnya telah membaca buku-buku tentang ibadah haji dan rutin menghadiri taklim. Jadi saya bisa merasa nyambung, relatif lebih tenang, lebih sabar, ikhlas dan khusyuk mengikuti rangkaian prosesi haji di Armina. Ternyata menambah ilmu itu berguna banget bagi saya memaknai setiap prosesi haji. Saya berharap teman-teman yang membaca tulisan ini mau bergegas menambah ilmu sebelum keberangkatan ke tanah suci. Memang sih sesungguhnya yang dinilai dari prosesi haji ini adalah bagaimana hasilnya nanti saat kita kembali ke lingkungan kita. Tapi hasilnya tak akan jadi bagus, kalau prosesnya juga seadanya. Dan menurut saya, ini menurut saya lho yaaa... proses berhaji yang baik hanya bisa kita jalani kalau sebelumnya kita sudah memperkaya diri dengan ilmu dan mindset yang positif.

Beberapa kisah tentang Belajar Kepada Allah bukan dimaksudkan sebagai ajang ngomongin orang lain alias ghibah. Nama tokohnya saya samarkan, namun ini adalah kisah nyata yang saat itu bahkan sampai sekarang masih kami bahas saat pertemuan di grup wa. Tentunya kali ini dengan wajah tersenyum, tidak panik dan heboh seperti saat kejadian. Namanya juga hikmah selalu datang belakangan yah. Mungkin kelak kisah selain saya akan saya hapus semua. 

Tak banyak yang bisa saya tulis lagi. Saya hanya berharap tulisan ini memantik rasa rindu dan memantapkan niat untuk segera mendaftar haji, serta bersabar mengikuti apa pun kehendak Allah tentang kapan teman-teman akan jadi berangkat. Semoga setiap niat baik kita dimudahkan dan dilancarkan. Doa, doa dan doa, segala sesuatu dikembalikan lagi ke Allah. Biar Dia yang memutuskan kita harus bagaimana.

Perihal anak-anak. Mereka sangat gembira dengan kepulangan ayah ibunya. Di depan pintu rumah, terpajang tulisan "Welcome Home Mama dan Papa dari Haji. Lalu ada gambar Kakbahnya. Semua saudara dan juga orangtua tentu kaget melihat gigi saya yang rompal. Ya sudahlah ya, emang gigi saya rapuh karena dulu pas kecil sering banget sakit jadi keseringan minum antibiotik bikin gigi jadi rusak.
Si sulung antusias menunggu saya bercerita.
Si nomer dua langsung menangis saat melihat saya. Kangen sekali katanya.. Ah sayang, mama pun kangen.
Si bayi, takut dan tidak mengenali saya saat bertemu. Hiks padahal mama kangen banget naak... Butuh waktu beberapa hari untuk mengambil hatinya lagi. Rasanya sedih banget, saat athira lebih memilih lari ke neneknya kalau dia menangis. Sabar...sabar...
Setelah ini athira tidak mau menyusu langsung lagi. Dia sudah jadi anak botol dot. Yaah, sayang sekali.
Ibu memutuskan segera balik ke rumahnya supaya athira bisa dekat sama saya lagi.
Tapi saya bersyukur bangeet semuanya dalam keadaan sehat walafiat.

Terima kasih banyak untuk kedua orangtuaku, keluarga Sucipto, keluarga Marsuhud, Bulik Jum yang sudah menjaga anak-anak selama kami pergi. Semoga Allah membalas dengan pahala berlipat ganda.

Banyak menulis tentunya banyak pula kesalahan saya.
Mohon doanya semoga tulisan ini jadi sedikit bekal bagi anak-anak saya kelak, buat teman-teman yang akan berhaji dan menjadi secuil catatan amal saya serta mengalirkan pahala pula untuk almarhum ayah saya. 
Semoga dari yang sedikit ini Allah ridha.
Aaamiiin Ya Rabbal 'Alamiin.

Jazakumullahu khair untuk semua yang sudah membaca, yang email dan yang DM. Mohon maaf kalau lama banget menulisnya, lama juga saya membalas message nya. 
Semoga Allah ampuni semua kekhilafan saya.



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kutinggalkan Bayiku pergi Haji 11 - Madinah

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji - 11

Madinah

Madinah, Kami Datang

Hari-hari terakhir di Mekkah, saya berusaha rutin mengunjungi Masjidil Haram barengan pak suami. Iktikaf sejak tahajjud hingga Dhuha lalu balik ke hotel berjalan kaki dan Dzhuhur balik lagi ke Masjidil Haram hingga Isya. Walaupun kami suami isteri, tetep menjaga adab di masjid. Jadi duduknya tetap terpisah di area yang dikhususkan untuk pria dan saya di area khusus wanita. Hanya kami pilih lokasi yang berdekatan. Jadi tetap bisa saling memantau. Mengisi hari-hari dengan menunaikan sholat sunnah hingga sholat wajib, membaca Al Quran terasa nikmat sekali disana. Rasanya indah sekali hidup bila hanya diisi dengan aktivitas begini. Makan, tidur, ibadah sholat ke Masjidil Haram. Damai, tenang, nyaman.. serasa sudah berada di surga. 
Kalau lapar kami makan roti bekal, kalau haus minumnya air zam-zam. Kalau mengantuk tinggal selonjoran diatas sajadah. Oiya, kalau ke sini sebaiknya membawa sajadah yang tebalnya cukup untuk menahan dinginnya lantai Masjidil Haram ya Pak Bu. Kalau tidak, bisa masuk angin.. Masjid mulai sepi, AC nya pun jadi dingin banget karena banyak jamaah yang sudah mulai pulang ke negara masing-masing hehe..

Ada saja kejadian lucu yang menemani selama disana. 
Di Masjidil Haram ada tim pembersih yang selalu bekerja keras membersihkan lantai dan pelataran Masjid. Mereka bekerja dalam kelompok berseragam hijau dan diketuai beberapa orang pria yang berpakaian gamis putih dan berkaffiyeh hitam. Mereka bekerja sangat efisien dan cekatan. Pernah kami tertidur setelah membaca Al Quran di lantai dua. Tiba-tiba terbangun karena ada suara desingan dan ribut membangunkan jamaah yang iktikaf karena lantai mau dibersihkan. Mereka dengan hebohnya menyuruh kita menyingkir, tapi woow... ga perduli dengan barang kita. Kalau tidak segera beres-beres beralih, alamat sandal dan sepatu akan langsung di siram juga dengan cairan pembersih lantai dan ikut dibuang karena dianggap sampah.. Jadi sebelum menentukan mana lokasi yang akan kita tempati, baiknya dilihat dulu, kira-kira pasukan pembersih sudah sampai mana.. sudah lewat atau belum. Demi menjaga ketenangan beribadah.

Masa-masa akhir ini kami seperti turis. Masjidil Haram jadi sepi dan jalanan pun lengang. Kadang kami pulang berjalan kaki dari Haram menuju hotel. Lalu mampir ke kedai minuman untuk istirahat sebentar membeli teh susu dan kebab. Aroma dan suasananya memang tak tergantikan. 
Hari-hari akhir ini rasa kangen sama anak-anak mulai datang. Saya memasang foto mereka di samping tempat tidur. Kadang saya pandangi sambil membaca Al Quran dan memanjatkan doa untuk mereka serta orangtua di rumah. Duh kangennya.. tapi berada di dekat Haram ini rasanya tenang sekali. Jadi rada dilema gitu. Antara ingin pulang dan ingin tetap disini. Hehe..

Oiya, pernah suatu ketika, kami membeli beberapa kaffiyeh untuk oleh-oleh. Beruntung si penjual bisa berbahasa Inggeris. Saya menunjuk baju gamis untuk anak kecil yang lucu dengan pita-pita dan bertanya tentang ukuran yang paling kecil. Penjual bilang mereka tidak punya yang lebih kecil dari 3 tahun. Ah sayang sekali, pasti lucu kalau dipakai cicirara. Mereka bertanya apakah saya punya anak kecil ? 
Saya jawab, "Ya, anak saya berumur 1 tahun waktu saya datang ke sini."
Penjualnya kaget.
"What ?!! You left a baby for hajj ?"
"Well yeah."
"Masya Allah.. masya Allah !"
Pak penjual berseru kaget sambil bolak balik memegangi pipinya. Lucu deh mereka ini..
Penjual itu lalu memanggil saudaranya dan menceritakan tentang hal ini dalam bahasa Arab. Saudaranya tidak beranjak dari tempat duduknya, tapi berteriak dari dalam. Lalu mereka berkali-kali mengucapkan selamat dan memberi salam dan mendoakan kami.. Saya tidak begitu paham, tapi rasanya terharu dan terkesan sekali dengan mereka. Apalah kami ini... kan niat kami hanya ingin beribadah memenuhi panggilan haji dari Allah..bukan mengharapkan apa-apa. Mereka sangat ramah dan penuh senyum.
Ini salah satu kenangan manis sewaktu di Mekkah.

Waktu Halangan Datang

Saat menjelang keberangkatan ke Madinah, tetiba waktu halangan saya datang. Kaget juga, karena saya pikir masih lama baru tiba. Tapi yah mau bagaimana lagi, ya disyukuri saja.
Alhasil, saya ga ikutan thawaf wada. Duuh sedih banget, berpisah dengan Kakbah hanya dari luar Masjidil Haram. Sedihnya tuh susah digambarkan dengan kata-kata.. yang jelas airmata bercucuran ga bisa ditahan. Saya hanya bisa menunggu di luar di pelataran Masjidil Haram sambil menatap merpati yang hilir mudik. Saya bersama satu orang ibu yang juga sedang berhalangan. Duduk berdua dengan perasaan galau.. Kebetulan kami berasal dari kloter yang sama. Huhuhu, entah kapan bisa ketemu Kakbah lagi. Saya mengajak ibu itu ke pintu sebelah Babul Hasan untuk melambaikan tangan pada Kakbah karena dari sini Kakbah bisa terlihat jelas dari luar pintu. Ya Allah, semoga Engkau banyakkan rezeki kami supaya bisa bertemu Baitullah lagi sekeluarga beserta anak-anakku. Aaamiiin..

Berangkat ke Madinah

Tas semua sudah disiapkan, makanan sudah diletakkan di tempat khusus. Lagi-lagi, kita harus menunggu waktu keberangkatan yang berjam-jam ini memang jadi ujian rutin bagi para jamaah haji. Dari Dhuhur sudah bersiap, namun Bus baru berangkat jam 5 sore. Kami sempat berfoto dengan Muaz si pengawas hotel dan jamaah yang selalu menolong kami.
Selamat tinggal Mekkah, selamat tinggal Masjidil Haram.. sampai berjumpa lagi yaa.. airmata saya menitik saat melewati perbatasan kota. Akhirnya perpisahan dengan kota Mekkah jadi nyata adanya.
Sepanjang perjalanan jalannya mulus banget. Tapi di kanan kiri masya Allah... tandus sekali. Hanya batu-batu, pasir dan angin bergulung-gulung. Tak ada pohon untuk mengaso sebentar. Tak sadar menitik lagi airmata kali ini membayangkan perjalanan hijrah Rasulullah menuju Madinah. Dalam ketegangan bertaruh nyawa dikejar-kejar kaum Quraisy, beliau berjalan dibawah cuaca yang keras sekali. Betapa beratnya. Berasa mellow banget saat memandangi gurun berbatu di luar bis ini.
Keras betul alam disini, tapi ada pribadi dengan hati selembut Nabi Muhammad SAW. Masya Allah... kok bisa yaa... Itulah Maha Kuasanya Allah.
Sekitar jam 8 malam bis yang kami tumpangi mulai mendekati rest area, kami diingatkan untuk tidak pergi sendirian. Banyak sekali bis yang sedang beristirahat disini. Ada jamaah dari Pakistan yang juga sedang mampir. Berkali-kali diingatkan agar jangan lengah, harus selalu dalam rombongan dan harus saling menjaga teman di kanan dan kiri, dan harus periksa toiletnya dulu. Kalau aman baru masuk. Wah wah ada apa ini... Banyak sekali peraturan, mendadak kami jadi tegang.
Tapi begitu turun dari Bus, angin kencang meniup kami yang badannya kecil-kecil ini.
Waah, bener ternyata... memang kita harus saling berpegangan tangan supaya ga tertiup angin. Lalu di toiletnya, penerangannya minim..jadi rada remang-remang gitu. Dan yang menjadi perhatian saya, bangunan toilet wanita ini tidak tertutup sampai langit-langitnya. Ada celah antara langit-langit dan dinding pembatas yang memungkinkan orang masuk dari luar dan mengganggu jamaah wanita. Pantas saja diingatkan untuk saling menjaga. Kondisinya memang rada menyeramkan kalau dari segi keamanan.. Mudah-mudahan sekarang sudah jauh lebih aman yaa..

Selebihnya perjalanan diisi dengan tidur dan tidur. Jauh juga ya... sekitar 5 jam menuju Madinah. Di bis dibagikan makanan dalam kemasan alumunium. Tapi saking lelahnya, rasanya saya tidak ingin makan nasi. Hanya buah dan yoghurt yang bisa saya telan. Tengkuk saya mulai dingin dan basah oleh keringat. Buru-buru deh minum anti masuk angin.

Sesampainya di Madinah sekitar jam 11 malam, kami turun dan mulai pembagian kamar lagi. Kali ini teman sekamar saya berubah, walaupun isinya tetap 4 orang ibu-ibu. Kamarnya jauh lebih bagus dari di Mekkah, tempat tidurnya standar kasur single hotel yang empuk dan ada bed covernya. Di kamar juga sudah tersedia ceret air panas dan washtafel untuk cuci piring. Kamar mandinya ada bathtub dan hotelnya memiliki lift lebih dari 2. Letaknya persis di pojokan Masjid Nabawi. Jadi keluar hotel tinggal jalan dikit langsung masuk pelataran Masjid Nabawi. Hotelnya menyenangkan, di sekitarnya ada yang jual Bakso, di seberang hotel ada Hotel Movenpick yang dibawahnya ada Bin Dawood. Alhamdulillah semua serba menyenangkan. Bagaimana ya kabarnya hotel ini sekarang..

Karena saya masih halangan, jadi tidak ikut dalam kehebohan pagi yang mau subuh dan mau ke Raudhah.. Heuheu, syeddiiih. Pagi-pagi sekali ditelpon suami, diajakin sarapan di resto indonesia. Sebetulnya bukan resto khusus masakan Indonesia yah, hanya beberapa saja penjual makanan Indonesia. Ada bakso yang jual orang kita, tapi selebihnya orang India atau Pakistan gitu yang hobi berteriak-teriak kencang.. Duitnya mana, duitnya mana..Ih, berisik deh..haha. Ada jamaah yang terpancing emosi karena si penjual berteriak persis di depan mukanya. "Iyaa, nantii !!", balasnya.
Besok-besok ada orang kita yang sepertinya tki disitu pagi-pagi sudah jualan nasi kuning dan nasi uduk. Wah langsung habis diserbu.. Mesti menunggu di luar hotel pagi-pagi banget selesai sholat subuh harus siap beraksi atau kehabisan..

Madinah sedang dingiin sekali. Kalau melihat petunjuk cuaca diluar tertulis suhunya 6°C. Whaaakss... dingiin bangett inih. Saya ga pernah ngerasain suhu yang seperti ini. Kata petugas hotel disitu, ini masih belum terlalu dingin.. Astaghfirullaah.. Owh, sudahlah ya, jangan lebih turun lagi suhunya. Saya pernah pas subuh selesai mandi suci bebersih, lari-lari ke Nabawi sudah ga kebagian tempat sholat di dalam. Jadilah saya sholat di luar di tengah terpaan angin yang kencang dengan suhu segitu. Masya Allah, saya merapat ke sebelah saya ibu-ibu dari Indonesia juga. Badan kami terayun-ayun tertiup angin.. Wuiiih dinginnyaaa... sampai gemetar dan gemeletukan gigi saya.
Oiya saya pakai baju rangkap 4. Diluar pakaian dalam, ada kaus dalaman lengan panjang dan celana kaus yang untuk dalaman gamis, gamis atau tunik sebetis dan celana panjang, dan terakhir sweater. Lalu untuk ke masjid masih pakai mukena dan sarungnya lagi dan kaus kaki.
Jangan lupa mengoleskan bodycream dan bodylotion setelah mandi dan kapan saja kulit terasa kering. Alhamdulillah kulit aman. 

Rata-rata kami mengalami masalah kulit akibat suhu dingin ini. Dari Makkah yang lumayan panas 40an° C sekarang jadi 6°C. Mantaap ! Yang batuk pilek jangan ditanya deh yaa... ini penyakit langganan jamaah haji sepertinya. Untuk ibu-ibu, mungkin karena rajin pakai body lotion, rata-rata aman dari masalah kulit. Yang kasihan itu jamaah pria. Banyak yang kulitnya pecah-pecah, gatal dan hingga berdarah. Mungkin kalau bapak-bapak merasa malas ya pakai bodycream atau body lotion.. terasa lebay kali mikirnya. Padahal yang tanpa aroma juga ada kok Pak. Di toko sekitar hotel juga banyak jual Glysolid atau bodybutter lainnya. Akibatnya jadi mengelupas semua kulitnya sampai berdarah-darah yaa ampuun ngerii deh melihatnya. Pak suami langsung saya bekali Salep khusus untuk melembabkan kulit. Biar bagaimana, kalau perubahan cuaca yang ekstrim begini perlu banget kita merawat kulit. Bukan buat gaya-gayaan. Hanya biar lebih nyaman beribadah saja dan biar ga kesakitan saat beraktivitas. 

Di sekitar hotel banyak toko-toko. Ada toko emas, toko Donut, toko kosmetik brand terkenal dari Inggeris, toko souvenir yang baguus banget window displaynya, bahkan ada toko lingerie. Toko emasnya mbook, jual gelang segede-gede gelas. Ckckck, itu ibu-ibu yang pakai itu untuk arisan pasti pakainya tangan kanan kiri kan ya..sugih tenan. Uniknya, semua penjualnya adalah pria. Saya geli sendiri saat memperhatikan di toko lingerie, seorang pembeli pria sedang memilih lingerie dan yang melayani juga.... pria. Membayangkan apa ya yang mereka diskusikan. Rasanya aneh sekali.. padahal begitulah yang seharusnya.
Oiya, di Madinah ini suasananya lebih tenang, lebih sejuk dan orang Arabnya juga berbicara dengan lembut. Beda dengan di Mekkah yang masih terdengar bunyi klakson ditekan kencang-kencang lalu berteriak kalau ada kemacetan. Disini semua serba tenang..
Kadang kami melihat pasangan suami isteri Arab yang ganteng dan cantiik sekali bergandengan tangan turun dari mobil sport mewah menuju Masjid Nabawi. Wah, sampai melongo betul kami melihatnya. Ganteng dan cantiknya itu lho masya Allah.. belum pernah kita lihat yang nyata seperti ini. Biasanya hanya di majalah saja. Walaupun kadang isterinya bercadar, tapi dari tulang hidung dan rona matanya bisa dilihat kalau beliau itu cantiik sekali. Kami yang sedang jalan berombongan langsung terdiam terpesona... Bapak-bapak langsung nyeletuk, ibu-ibu hati-hati jaga pandangannya... Ibu-ibu langsung bisik-bisik... jangan-jangan mereka itu pangeran dan isterinya ya... atau mereka itu malaikat yang menyamar. Haha, jadi mana yang benar nih ... Pangeran atau malaikat... ? Ini belum melihat wajah Nabi Yusuf a.s. yaa.. yang begini saja sudah bisa bikin kita terbengong-bengong.

Gigiku Patah, heuheuheu...

Jarak di Madinah ini banyak yang berdekatan, jadi seringkali kami berjalan kaki mengelilingi beberapa tempat. Masjid Abubakar, tempat eksekusi hukuman syariat, gedung pemerintahan, dan pasar kurma. 
Di pasar kurma, rombongan dijamu di toko yang juga menjual cokelat. Waah unik-unik cokelatnya. Dari yang besar hingga yang kecik-kecil seperti batu warna-warni halal untuk dicicipi di tempat. Kalau mau bawa pulang, ya bayar atuh.
Masya Allah, saya langsung kalap. Halal euy, kapan lagi kan yaah. Nah ini nih.. harusnya saya bisa menahan diri dan tidak lepas berdzikir. Saya akui pas itu pas lagi kegirangan banget ketemu cokelat gratis.
Setelah berbelanja kurma saya mampir memilih cokelat. Saya pilih cokelat yang biasa saja ukurannya kok. Eh, pas digigit, mak bletaak.... haduuuh... gigi saya patah... Gigi depan pulaa.. Heuheuheu... mungkin saking dinginnya suhu di situ, cokelatnya bisa membeku sendiri.
Satu rombongan jadi kaget banget..dan merubungi saya.
Ada apa, ada apa dengan Kandi ? Awalnya gitu pada sok perhatian. 
Saya langsung merengek minta suami diantar ke dokter gigi.. Yah, mana ada disini dek ? Hiks, syedih banget deh ..
Pulang dari pasar korma dan seterusnya hingga pulang ke tanah air, habislah saya jadi bahan ledekan jamaah serombongan.
"Eh di dekat bakso si Doel itu ada yang jual bubur enak lho. Cocoklah buat Kandi.. makan yang lembut-lembut aja ya dek, nanti gigimu mrotol semua".
Lagi jalan beramai-ramai, melihat jamaah yang giginya ompong dari Pakistan.."Dek, itu temannya kasihan... Coba ditolongin, mungkin udah ga punya roti lagi.. kasihan ga bisa makan ntar.."
Pada jahaaaaaraaa semua yaaah..hiih awas aja ntar gak aku kasih bumbu pecelll kalo pas makan !! Seperti biasa, rasa makanan kateringnya ya gituu deh.. Bumbu pecel bekal dari ibuku ini lumayan jadi penyelamat banget. Tapi enggak kok, itu cuma ancaman kosong wae.. aslinya sih saya cuma bisa nyengir aja.

Saya bawa potongan gigi saya ke kamar sebelah. Seingat saya, nenek bawa lem super. 
"Assalamualaikum Nek, nenek bawa lem super kan ?"
"Waalaikumsalam, iya neng... masih ada nih. Mau ?"
"Iya nek, mau dong dikit."
"Mau buat apa ?"
"Buat ngelem ini...," saya mengacungkan potongan gigi saya.
"Hah ?? Lu kira sendalll !! Ogah ah, ntar lu keracunan gua disalahin."
"Aaah nenek, dikit aja kok nek."
"OGAH !"
"Dikit aja..."
"OGAH AH !! SONO balik ke kamar lu !!"
Ya begitulah, saya diusir lalu didoakan nenek, biar nanti giginya cepet rapih lagi yah neng.. Tempat tidur kali nek, yang rapih.
Bener-bener deh yaaa, kenangan di Madinah inii. Kalau diingat sekarang bikin senyam senyum sendiri.

Berburu Raudhah

Berniat memasuki raudhah pertama kali itu rasanya deg-degan banget. Ya Allah begini rasanya mau ketemu idola manusia berabad-abad.. Ga sabar melihat makam Rasulullah SAW. Jalannya panjang berliku-liku. Tahu-tahu sampai ke pelataran di bawah Kubah hijau. Masya Allah, hati mulai bergetar. Kami dibagi dalam beberapa antrian. Ada Eropa, Africa, India / South Asia, lalu Malay. Tahu dong yah, kita masuk yang mana.
Sembari menunggu antrian ada penceramah yang membagi tausiyah tentang Halal, haram, bid'ah, kesabaran mengantri, dilarang berlari dan banyak hal. Topiknya berganti-ganti dan dibawakan dalam bahasa kita. Ada yang Bahasa Indonesia dan ada yang Bahasa Melayu.
Begitu sampai giliran kita diperbolehkan masuk.. Wooow, semua orang berlarian udah kayak kesambet apa.. Pada ga inget tadi barusan aja dikasih tahu jangan berlarian. Semuanya ingin mendekat ke makam Nabi dan sholat di Raudhah. Masya Allah, sholawat dan salam semoga selalu tercurah untukMu wahai Nabi tercinta Muhammad SAW. Saya mengucap sholawat serasa sedang berbicara langsung pada Nabi yang mulia. Kita ga bisa mengintip ke dalam, karena rapat sekali ada semacam penutup yang melapisi jeruji pintu di makam Nabi. Tapi tak apa, bukankah, Nabi Muhammad membalas ucapan salam yang disampaikan kepadanya.. 
Masya allah, sholat dan berdoa disini tak tergambarkan rasanya. Terharu sangaaat. YaAllah, inilah taman syurgaMu.. Ijinkan hamba masuk kedalam syurga Mu ya Allah. Ijinkan hamba Ya Rabb.. Saya sholat sambil airmata terus bercucuran.. nangis sejadinya. Mohon ampun sambil komat kamit mendoakan anak-anak.
Rasanya sholat belum juga selesai, askar sudah berdiri di dekat kita dan mengingatkan untuk segera keluar.
"Ayo, haji Indonesia, cepat keluar !!" Oalah kok cepat banget siih.. rasanya masih ingin di sini.
Saya pindah ke sisi raudhah yang sebelah kanan. Sampai askar bener-bener mengusir baru deh saya keluar dari raudhah. Ya Allah, rasanya beraat banget keluar dari tempat ini... sepertinya sepotong jiwa saya tertinggal di raudhah.. Besok saya mau kesini lagi... begitu keluar dari Nabawi langsung janjian sama temen-temen jamaah.

Hari kedua menuju Raudhah.

Baru saja menginjakkan kaki di pelataran Nabawi ada buggy car melintas dan berhenti menunggu saya dan teman. Wah saya boleh naik ? Saya bertanya pada pak supirnya. Boleh, kata petugas buggy car.
Yiihaaa, asyeeek... saya setengah menjerit.
Nah ini !! Seharusnya tuh saya mengucap alhamdulillah dan menjaga istighfar. Ini kok malah kesenengan sendiri. Jingkrak-jingkrak kayak orang aneh.
Soalnya lumayan jauh jaraknya menuju pintu ke raudhah dari pojokan Nabawi ini.
Begitu masuk ke dalam dan baru aja mau mulai mengantri, kok ya mendadak tiba-tiba perut sakiiit banget kepingin pup. Astaghfirullaah.. keringat dingin langsung keluar sejagung-jagung.
"Haduuh mbak, aku ke toilet dulu yaaah. Mbak duluan aja?"
"Lha ngantrinya gimana ini dek ?"
"Gapapa mbak, kalau masih sempat ya nanti kita ketemu lagi."
"Yawes, hati-hati ya dek."
Saya pun berpamitan. Lalu melesat ke toilet di basement Nabawi.
Toiletnya bagus, bersih dan wangi. Tapi sepiii.. Sudah sering diingatkan juga agar berhati-hati terhadap kejahatan di toilet wanita. 
Wes, bismillah aja deh..semoga aman. Udah kebelet banget ya Rabb. Mohon lindungi saya ya Rabb. Saya membaca doa dan bergegas masuk kamar mandi. 
Alhamdulillahnya pas saya naik ke Masjid dan masuk kembali ke antrian menuju Raudhah masih ketemu mbak temen sekamar saya. Makanya yaah, lain kali jangan lupakan berdzikir.
Berhati-hati banget karena ini masjid suci. Cateett yaah.. suka ada yang aneh-aneh aja kalau kita lupa diri.

Hiasan di Masjid Nabawi sangatlah cantik, bikin terkagum-kagum. Lampu-lampunya, karpetnya, detail ukiran di tiang-tiang. Semuanya indah. Corak hitam putih di lekukan antar tiang juga bagus banget. Rasanya seperti berada di antara pohon korma. Dan yang spektakuler, saat langit-langit masjid terbuka menampakkan awan dan langit biru di kejauhan cakrawala.. Aaah, langsung tepuk tangan sayanya, eh tapi banyak yang ikutan tuh....dah emang pada ndeso semua. Hehehe...
Di luar juga pas payung terbuka atau menutup.. Kereen banget, ga ada yang macet, semuanya mulus. Masya Allah, kepingiin ajak anak-anak kesini Ya Allah.. Semoga Allah kabulkan, aaamiiin.

Puasa Muharram

Kami sempat mengalami puasa Muharram di Nabawi. Masya Allah di tengah cuaca sejukkk, puasanya rasanya enak sekali. Ramai betul di pelataran Nabawi saat orang datang hendak berbuka puasa. Banyak yang membawa anak-anak. Kami tadi sudah menyiapkan bekal untuk buka puasa. Eh ternyata disini dibagikan takjil untuk buka puasa juga. Ada kurma, kacang, kismis dan yoghurt. Ada roti juga di tempat yang berbeda.
Kami kedapatan tempat di luar. Di samping kami duduk orang dari India atau Pakistan gitu deh, ga jelas asalnya.
Karena sudah adzan dan bekal kami banyak, akhirnya saya berbagi roti dengan ibu India he tadi.
Eh setelah dia gigit, tiba-tiba dia lepehkan lagi. 
"Oh no, i dont eat peanut", katanya sembari meludah-ludah.
Lalu dia sodorkan roti itu dan sekaligus lepehan rotinya yang sudah berludah itu dibalikin kepada kami. Langsung begitu saja, bukannya dibungkus tissue dulu kek.
Saya kebingungan nyari tissue. Eh si ibu langsung aja mau jatuhin lepehan roti tadi ke sajadah teman di samping saya. Yang otomatis langsung nangkep pakai tangannya sembari ngomel-ngomel..
"Lho, kok langsung didekek neng kene thoo... wong iki lho..yok opo seeeh ?!!!" Mbak Ut mengomel panjang pendek pakai bahasa Jawa.
Tapi si ibu India he mah cuek aja.. Terdengar suara iqomah, semua bersiap-siap. Si ibu India itu langsung minum dan bebersih, dan segera sholat maghrib.
Kita yang sibuk membersihkan bekas lepehan dan roti sisa tadi. Terutama Mbak Ut yang tangannya menampung lepehan tadi sambil muring-muring ke ibu India tetap dalam bahasa Jawa.. "Hei, awakmu ga pernah diajari sing apik yo !? Mosok ngelepeh neng nggone uwong !"
Yang diomeli ya diem saja, lha wong lagi sholat. Dia ngerti juga kagak. Kami pun segera bebersih dan bergegas untuk masuk sholat. Kecuali Mbak Ut.
Yaampuun mbaak, si ibu India mana ngerti diomeli gitu mbaaak... 
Duuh itu yaa, saya sholat maghrib sambil berusaha keras menahan konsentrasi.. Kok ya adaaaa aja pengalaman disini..

Puasa hari kedua.
Banyak jamaah yang menunaikan puasa Muharram. Biasanya pada janjian buka puasa di warung bakso Si Doel. Tapi saya dan Mbak Ut teman sekamar saya ga ikutan makan keluar. Uang riyal kami sudah tiris banget. Sudah habis buat beli oleh-oleh.. Makanya kami hemat-hemat betul supaya cukup buat berbuka. Karena lusa keesokan hari lagi jadual kami pulang ke tanah air, jadi ga banyak pengeluaran riyal lagi. So, bener-bener tinggal dikit banget ga sampai 10 riyal.
Oiya, kalau pas hari kedua ini di masjid Nabawi ramai sekali. Makanya kami berencana mau cari takjil di luar saja.
Jadi ceritanya sahur kami pakai makan malam jatah dari muassasah. Nanti bukanya mau beli donat saja masing-masing satu buah. Buat makan buka puasa kami pakai jatah makan siang. Karena jatah makan malam baru dibagikan jam 8 malam. Lumayan lah ada takjil donat buat mengganjal. Kami lari-lari setelah sholat maghrib dari masjid Nabawi ke toko donat dan ke hotel supaya cukup buat makan dan balik lagi untuk sholat Isya.
Donatnya tuh enaak banget, glazurnya yang cokelat dan strawberry itu uuh menggoda sekali. Kok ya kebetulan kami sama-sama sedang kepingin donat.
Sesampainya di kamar hotel, baru saja gigit donat, tiba-tiba bel pintu kamar berbunyi. Pas diintip ternyata datang teman sekamar yang tadinya beliau mau makan berbuka puasa di Warung si Doel. Wah, kami cuma punya donat yang sudah digigit. Sama-sama bingung, akhirnya saya memasukkan lagi donat ke dalam bungkusannya dan menyimpan di dalam tas. Mbak Ut pun sama.
Bergegas saya membuka pintu untuk mereka, daaan... Mbak Ozi mengacungkan satu box besar donat dari toko yang sama. Waaah, kok bisa sama gini yaa ??
"Haai ! Ini aku bawakan donat buat kita buka puasa. Hayuuk dimakan yuuk !! Aku ga jadi makan di luar, antriannya panjang banget."
Masya Allah... kok bener-bener bisa pas begini ya.. saya dan mbak Ut sampai terbelalak heraaan banget. Rencananya kami cuma mau buka puasa pakai satu buah donat saja, eh Allah kasih lebih banyak lagi. Akhirnya kami jadi pesta donat termasuk bagi-bagi ke tetangga kamar dan yang sudah saya gigit saya makan bareng suami. 

Jalan-jalan di Madinah

Menjelang pulang
Oleh-oleh sudah, bagasi pun sudah diikat. Sebagian barang suami seperti ihram satu stel ada yang diberikan pada jamaah backpacker yang dari Pakistan.. mereka senang sekali. Alhamdulillah kalau bisa berguna yah. Peralatan makan dan beberapa printilan dapur ada yang kami bawa, banyak juga yang kami tinggal di hotel. Nanti bisa dimanfaatkan oleh petugas hotel. Toh kalau dibawa juga hanya menyesaki bagasi saja.
Alhamdulillah kami bisa pulang dari Madinah langsung direct Jakarta. Prosesnya tidak lama dan tidak terlalu mengantri. Sempat ada pemeriksaan badan di imigrasi tapi secara umum semuanya lancar.
Sekitar maghrib, perjalanan pulang menuju Jakarta dimulai.
Ya Allah, akhirnya selesai prosesi haji ini..
Begitu banyak hal yang kami pelajari disini.
Semoga semuanya bisa menjadi pengingat dalam setiap langkah kami ke depannya.
Anak-anakku sayang, mama datang..

Sambungannya bisa di klik di bawah ini ya..

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 12

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum wrwb.



Jumat, November 23, 2018

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 10 - Hari-hari Terakhir di Makkah


Hari-hari Terakhir di Makkah

Setelah pelemparan hari kedua yang penuh drama, dengan badan yang rasanya udah rontok jadi serpihan, kami disadarkan pak pembimbing bahwa besok masih ada jadual pelemparan lagi.
Ah, ayoo... harus tetap semangatttt !! Namanya juga prosesi ibadah yang harus dilalui. Jadi walaupun lelah bukan main, ya tetep harus dihadapi. Tapi pak pembimbing bilang ini bisa lebih santai karena bagian yang beratnya sudah kami lewati. Alhamdulillah, syukurlah..

Suasana di Tenda Mina ini lumayan lah untuk sebuah acara kemping raksasa. Salut untuk pihak Muassasah yang bekerja keras melayani jutaan jemaah haji. Baik dari segi makanan, minuman, buah-buahan, bahkan kerupuk juga ada. Untuk rasanya yaah.. hanya makanan di tanah Indonesia yang bumbunya full. Kalau di sini ya sekedarnya saja. Sudah lumayan kok. Buat yang sedang diet mengurangi garam, makan disini pasti cocok. Intinya mah, paksain untuk makan karena kita butuh tenaga bangeet nget nget ya Bapak Ibu. Jaman kami di luar perkemahan ada yang jualan makanan dan minuman walaupun macamnya enggak banyak. Akhirnya ya balik lagi membongkar persediaan bekal pribadi atauu milik teman. Hehehe.. Untuk urusan kamar mandi, Toiletnya lumayan banyak, lebih banyak jumlahnya daripada di Arafah. Tapi penggunanya juga lebih banyak. Jadi ya ga usah panik kalau mengantri yah. Perlu strategi khusus untuk menggunakan toilet. Biasanya saya mandi jam 3 pagi dan jam 2 siang. Pokoknya bukan jam pada umumnya orang mandi. Kalau lagi kebelet gimana, ya banyak-banyak berdoa aja yaah..
Memang untuk jamaah kita dari Indonesia ini perlu lebih mengasah kepekaan untuk menjaga kebersihan, tenggang rasa dan tolong menolong. Harusnya hal seperti ini sudah jadi karakter yang menembus tulang bangsa kita, bukan sekedar ramah, banyak senyum saja.. tapi nyatanya ga pedulian sama kebersihan dan pada orang lain. Duh gimana yaa.. rada nyebelin memang.
Terus terang saya prihatin banget sama sampah yang berserakan. Sampah ada dimana-mana dan cepat sekali menggunung. Di lorong antar tenda, di dalam toilet, juga sampah akibat kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Sepertinya orang kita selalu kesulitan mengukur kapasitas kebutuhan perut sendiri dengan keinginan emosi semata. 
Melihat sebelahnya ambil nasi banyak, eh jadi terpancing ambil lebih banyak lagi. Padahal mubazir itu adalah temannya set.... Udah pada tahu kaan ?!

Orang kita rupanya gampang terpengaruh orang lain.. Melihat orang seenaknya buang sampah, eh dia pun ikutan. Dalam hatinya mikir, lhah..wong bapak itu juga buang sampah disitu kok.. ga diapa-apain sama petugas. Hadeeh, emang susyah mengubah kebiasaan buruk yah. Mudah-mudahan anak TK sekarang yang sudah diajarin buang sampah yang baik, ga lupa lagi kalau ntar besarnya pergi haji.
Rasanya himbauan saja ga akan mengubah hal semacam ini, harusnya sih ada hukuman untuk yang membuang sampah sembarangan. Kena denda atau dam lagi mungkin. Entahlah, mudah-mudahan pihak pengurusan Haji akan lebih perhatian untuk masalah sampah ini. Soalnya ini ga cocok dengan kalimat kebersihan adalah sebagian dari iman. 
Sehingga kebiasaan tertib menjaga kebersihan selama 40 hari berhaji ini mudah-mudahan ada bekasnya saat pulang nanti.

Mungkin karena sedari kecil ayah saya cukup galak membiasakan kami anak-anaknya menjaga kebersihan, jadi sejak kanak-kanak sudah terbiasa tertib. Terus terang saya lumayan terganggu dengan sampah dan bau ini. Tapi saya berusaha tidak tercetus keluar dari mulut. Istighfar saja banyak-banyak. Walau bagaimana, mereka kan tidak mengalami pembelajaran masa kecil yang sama dengan saya.
Oh ada sih saya ga tahan akhirnya menegur orang juga.
Tapi bukan tentang sampah. Ini pas antri mandi.
Setiap mau mandi antriannya selalu panjang. Pernah suatu ketika, luamaaa banget nunggu toiletnya. Ini sudah ada jalur antriannya, jadi sulit kalau kita mau pindah ke jalur yang lebih cepat, kecuali sudah terbiasa menyerobot dan dimaki orang. Setelah akhirnya pintu terbuka ternyataaa... ibu yang di dalam keluar dengan membawa sekeranjang ember cucian. Astaghfirullaaah..pantesan lama beeet buk, nah dia malah mencuci disituuh ! Padahal asal kita tahu, orang ngantri kamar mandi ini sambil menahan segala rasa lho. Tega nian sih Buuu !
Saya tegur juga, "Buk.... Ibu tuh kalau mau mencuci yang diluar situ lho Bu... kan sudah ada tempatnya disediakan. Kasihan ini pada pucat saking ngempetnya."
Aah, seandainya saja banyak orang yang lebih peka, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri, mungkin acara mengantri ini bisa jauh lebih menyenangkan.
Tapi kalau begitu di mana seninya bersabar ya... Hehehe... Ya sudahlah, mau diapain lagi ? Orang yang ditegur juga ga peduli.. doi mah cuek ngeloyor pergi aja gitu. Daripada keseel nelangsa sendiri, ya weslah istighfar lagi. Semua sudah ada balasannya dari Allah kok. Sudah pasti kok ini. Yakin dehh. Kalau di tanah suci ini balasan atas perbuatan kita tuh cepet datangnya. 

Hari terakhir melempar, kami berangkat sekitar jam 3.30 pagi. Segera setelah membentuk barisan, rombongan dihitung. 
Sebelumnya tuh, kurang melulu. Wah masih kurang satu orang. Sepertinya masih di toilet. Tunggu dulu. 
Lalu saat orang yang ditunggu datang, ada satu ibu-ibu yang ternyata ingin ke toilet juga. 
Aiih, menunggu lagi deh. 
Sabaar ya Pak Bu ! Jangan kepancing untuk protes dan bilang, "Diiiiih, bukannya dari tadi kek !".
Pokoknya banyakin sabar ya. Jangan dikurangin sabarnya dengan berdalih, kita kan udah capek menunggu. Pokoknya semua yang kejadian sama kita itu sudah ditentukan oleh Allah. Pas persis sampai ke tiap milidetiknya. Jadi jangan lampiaskan ketidakikhlasan kita menerima takdir pada orang lain.
Pernah diceritain pas manasik, ada yang protes karena ga sabar begitu malah dianya yang jadi sakit perut.
Setelah kumplit semua, rombongan pun bergerak menuju jamarat. Di jalan kami sekaligus menunaikan sholat subuh berjamaah di jalanan. Kami sudah berwudhu sejak di kemah, juga membawa tikar plastik untuk alas sajadah. Jadi langsung ikut saja ke dalam jamaah sholat subuh yang sudah ada. Atau membuat barisan sholat berjamaah yang baru kalau sudah tertinggal.
Di sebelah saya berdiri jamaah dari India yang khusyuk sholatnya walaupun jumlahnya tidak banyak.
Ah, pengalaman yang sungguh luarbiasa bisa sholat subuh dibawah langit Mina.
Melontar jam segini ternyata di jamarat tetep ramai juga, tapi alhamdulillah cuacanya masih sejuk. Kami pun bisa menyelesaikan dengan lancar. 
Kembali ke Mina sambil sholawatan dan sempat berfoto di depan terowongan Mina yang maut beberapa tahun sebelumnya. Lalu sesampainya di tenda, apalagi yang dituju kalau bukan antrian makanan. Hehe, perut udah kruyuk kruyuk minta diisi. Ternyata jam 8-an itu banyak yang sudah sarapan dari rombongan kloter lain. Jadi antrian tidak berapa panjang. Alhamdulillah.
Selesai makan, bisa deh leyeh-leyeh sejenak. Ada yang makan snack, tidur-tiduran, merapikan pakaian. Saya bersiap untuk mandi.. tapi sedang mempertimbangkan antrian kamar mandi yang masih panjang, jadi ikutan tidur-tiduran dulu.
Lalu tiba-tiba seorang teman jamaah masuk tenda sambil lompat-lompat, "Alhamdulillaah, kita bakalan balik ke Mekkah nii mbak. Pak pembimbing setuju untuk balik hari ini !!" Suasana langsung heboh.
Ah, senangnyaaa. Jadi semangat deh menuju antrian kamar mandi. 

Kami pun bersiap-siap untuk balik ke Makkah. Setelah menunggu lumayan lama, setelah dzhuhur rombongan kami berbaris dan siap memasuki bis.
Setibanya di hotel ga ada lain yang kami inginkan selain meluruskan badan di ranjang. Beneer.. pengennya sih langsung tidur.
Tapi ga bisa gitu juga. Sholat Ashar dulu lalu beberes peralatan. Berusaha keras untuk terjaga karena sebentar lagi Maghrib.
Pak suami mau Maghrib dan Isya di Masjidil Haram. Saya dan teman sekamar rasanya ga sanggup. Jadi kami sholat di masjid terdekat dengan hotel. Tak lupa mampir sejenak ke toko di dekat hotel untuk membeli deterjen, biskuit dan jus buah. Alhamdulillah, senangnya bisa jajan lagi hihihi..
Keesokan pagi subuh masih sholat di masjid terdekat. Lalu mulai mencuci. Hari itu sepertinya jemuran penuh dan ramai sekali. Pakaian ihram memenuhi jemuran. Sampai dibuat tali jemuran tambahan di depan kamar oleh bapak-bapak.. Ssstt... Kalau pakaian dalam biasanya saya jemurnya di dalam kamar saja. Malu atuh. Aneka renda terpampang nyata. Ih, maluu ah. Di kamar kan pake AC, jemur di balik tempat tidur sehari juga kering kok.
Keuntungan menjemur di Makkah, pakaian cepat kering. Tapi buat ibu-ibu jangan sendirian mengambil jemuran di atap gedung.. harus ditemani. Pokoknya buat wanita harus selalu berhati-hati menjaga diri ya..

Bapak ibu jamaah haji beramai-ramai menjemur di lantai atap gedung sambil memandangi panorama kota Makkah. Suasananya memang tak tergantikan. Lukisan alamnya yang unik karena dikelilingi bukit berbatu, cuacanya yang panas, burung Merpati yang terbang hilir mudik namun alhamdulillah tidak pernah mengotori jemuran pakaian kami. Jam raksasa di Hilton terlihat besar sekali dari sini. Menara Masjidil Haram pun terlihat jelas. Klakson mobil terdengar diselingi teriakan khas bahasa Arab. Ucapan salam dan teguran dari para jamaah haji yang berpapasan menambah khas pagi itu. Terharu rasanya mengingat semuanya. Rasanya saya ingin memasukkan ke dalam memori semua penglihatan, dan suasana yang saya lihat juga aroma kota Makkah saat itu. Karena saat seperti itu akan selalu saya rindukan. Seperti sekarang ini. Rindu Makkah.
Alhamdulillaah, prosesi haji telah selesai dan kami semua bisa kembali dengan lengkap. Bener-bener alhamdulillah ya Allah. Engkau sungguh Maha Rahman dan Rahiim.. karena di beberapa kloter jamaahnya tidak utuh kembali ke Makkah.
Hari itu khusus hari laundry, karena cucian banyak bener. Dan semua orang ingin mencuci. 
Keesokan hari jadual sholat kami akan kembali ke Masjidil Haram lalu ada rencana  berkunjung ke Gua Hira dan ke Jeddah untuk berbelanja.

Gua Hira
Kunjungan ke Gua Hira sekarang ini tidak diperbolehkan lagi, karena pemerintah Saudi khawatir akan adanya praktik pengkultusan di lokasi tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu itu.
Alhamdulillah saat itu kami masih berkesempatan mengunjungi Gua Hira.

Jadual berkunjung ke Gua Hira sengaja dipilih malam hari karena kita akan mendaki gunung. Kebayang kalau siang-siang terik matahari kita naik gunung. Alamak, alangkah menderitanya. 
Kami berangkat jam 9 malam. Sekitar sejam di perjalanan termasuk parkir bis yang rada susah karena lokasinya sempit. Oiya kami menyewa bis khusus untuk rombongan kami. Supirnya orang Suriah yang sering digodain bapak-bapak karena susah senyum.

Sebelum menanjak ke arah Gua, ada beberapa toko souvenir di kaki bukit. Tapi yang besar ada 2 toko. Kami rehat sejenak disitu. Oiya, diatas tidak ada toilet, jadi ini memang pit stopnya. Kalau mau ke toilet ya disini. Beberapa ibu-ibu jamaah ada yang langsung ngacir aja.. Lalu ada yang beli teh panas untuk menghangatkan tubuh. Tapi saya sudah bawa tes panas di termos nih, dan sedang tidak ingin ke toilet....
Saya cuma memperhatikan dagangan saja. Beberapa jamaah membeli tasbih. Tapi karena nanti bakalan turun ke sini lagi, saya pikir belinya nanti sajalah. Too excited buat naik ke atas... rasanya sudah ga sabar menuju Gua Hira.
Segera setelah Pak pembimbing menerangkan jalur pendakian dan kondisi di atas, kami pun mulai mendaki.
Saya berjalan bersama suami. Lalu ada Mbak Yul dan nenek di dekat kami. Nenek berjalan pelan-pelan saja, karena takut lelah. Oiya, ada juga yang ga mau ikutan mendaki, terutama bapak ibu sepuh yang punya gangguan di kakinya. 
Pendakian ke Gua Hira ini pas kami naik sudah dibikinkan undak-undakan tangganya oleh Pemerintah Kota Mekkah. Bukan satu garis lurus sih, tapi berbelok-belok mengikuti punggung bukit. Di beberapa titik ada area melebar untuk orang duduk. Tadinya saya pikir buat apa ya ada orang yang mau duduk-duduk disini. Ternyata itu untuk kita berhenti sejenak mengambil napas. Jarak antar anak tangganya lumayan tinggi. Jadi ga berapa lama mendaki, saya pun mulai ngos-ngosan. Pokoknya saya bolak balik berhenti deh saking lelahnya. Duh Ya Allah, ini padahal malam hari lho.
Di sekitar tangga tampak area Jabal Nur ini penuh dengan bebatuan.
Gersang sekali. Tidak ada pohon besar. Tidak ada tanda kehidupan. Hanya batu, pasir dan udara yang panas. Angin saja tidak ada yang berhembus. 
Terbayang jaman Rasulullah dulu mendaki ke Gua Hira ini bolak balik lalu keluarganya Khadijah dan Fatimah mengantar makanan, betapa kuatnya beliau dan keluarganya ya. Padahal pakaian mereka model jubah dan gamis gitu. Pasti sulit sekali melangkah di bukit pasir dan bebatuan yang miring dan curam begini. Masya Allah.
Dengan sendirinya rombongan terpencar-pencar. Yang kuat bisa dengan sigap dan cepat sampai di atas. Saya yang bolak-balik berhenti ini tentu jadi lama. Beruntung pak suami sabar menemani sambil menyodorkan minuman. Ada rombongan dari Turki atau Mesir yang ikut naik bersama kami. Kelihatannya mereka bakalan gamoang karena orangnya pada tinggi besar, ternyata sama aja. Ga semuanya ringan melangkah. Banyak juga yang berhenti mengambil napas. Ayoo atuh semangaat !!!
Jam 11.30 malam sampai diatas. Nah tadi mulai mendaki jam 10, hitung sendiri deh berapa jam untuk naik kesini. Sesampai di atas kami berdiri di pinggiran railing. Memandangi masjidil Haram dan kota Makkah dari ketinggian. Subhanallah memang indah sekali ya. Lampu-lampu di Masjidil Haram tampak bercahaya terang sekali seperti emas permata menerangi sekitarnya yang gelap gulita. Menara jam pun terlihat spektakuler.
Kota Makkah ini dikelilingi gunung batu. Jadi kalau dilihat dari atas begini seperti terletak di dasar mangkuk.
Dari ketinggian seperti ini, suasananya memang beda.
Riuh rendah kejadian di bawah sana tidak terdengar. Semua tampak kecil dan tidak berarti.
Begini mungkin ya yang Nabi Muhammad rasakan saat melihat Makkah dari ketinggian. Saat itu hatinya gundah dengan banyaknya kemaksiatan yang berlangsung di Makkah. Mengambil jarak begini mungkin untuk menegaskan bahwa Nabi tidak mau ikut serta, namun saat itu tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya. Mau pergi kemana juga ? Keluarga dan kehidupan beliau ada di Makkah.

Di atas sini penerangannya tidak banyak. Cenderung gelap dan remang-remang. Heran juga, kami kira banyak orang, ternyata sepii. Yang ramai cuma di seputar Gua. Disini berjubel sekitar 25-30 orang.
Gua Hira sendiri gua yang kecil saja. Area menuju gua juga kecil. Hanya cukup 2 orang untuk masuk ke dalam Gua. Itu pun harus miring-miring karena sempitnya. Untuk memasukinya kami harus antre. Kami ingin sholat sunnah 2 rakaat di sini. Wudhunya memakai air kemasan yang kami bawa, lalu segera masuk barisan antre. 
Memasuki gua ini rasanya syahdu dan terharu sekali.
Ya Allah disini dulu manusia termulia itu pernah singgah dan berdiam untuk merenung.. Lalu bertemu Malaikat yang juga mulia karena membawa kalam Mu. Masya Allah Subhanallah.
Bapak-bapak menjaga kami biar bisa sholat duluan. Setelahnya, gantian kami menunggu mereka sholat. Kami ga banyak bicara. Hanya terucap lantunan dzikir.. Kalau perjalanan ibadah begini, memang banyak terharunya. Bisa naik kesini aja sudah alhamdulillaah banget. Berjuang bisa masuk ke dalam Gua pun alhamdulillaah. Sulit dan ga mudah untuk bisa naik kesini. Mendaki dan kudu sabar mengantri. Tapi toh bisa.
Bener-bener terharu. 

Jeddah

Sepulang dari Gua Hira jam 2 pagi, lalu siap-siap ke Masjidil Haram. Hari ini jadualnya ke Jeddah untuk membeli oleh-oleh. Segera selesai balik ke hotel, kami sarapan dan bersiap.
Namanya ibu-ibu, selalu senang dengan kata shopping ya, entah kenapa. Di sepanjang perjalanan menuju Jeddah biasanya kami ngobrol, tapi kali ini lebih banyak tidur saking ngantuknya. Bangun-bangun sudah sampai ke Masjid Terapung.
Disana beli bakso yang dijual para TKI. Wah baksonya enak.. Pengen deh beli dua mangkok tapi sudah masuk waktu sholat. Yah, batal. Hehe.
Setelah dari situ mampir ke Resto Garuda di Jeddah. Ini resto khusus masakan Indonesia. Alhamdulillah ada Mbak Ozi yang syukuran berkenaan dengan hari miladnya. Setelahnya kami diberi waktu 2 jam untuk belanja hingga balik ke bus lagi.
Saya beli oleh-oleh buat teman, saudara dan tetangga disini. Harga sajadah dan kerudung lebih murah disini dan variasinya juga lebih banyak. Ada jamaah yang beli karpet juga dan langsung dikirim pakai kargo ke alamat rumah di Jakarta. Daftar belanjaan oleh-oleh kami selesai dengan cepat. Malah untuk keluarga sendiri belum dibelikan. Saya pikir nanti sajalah di Makkah atau Madinah lagi. Selanjutnya kami melipir ke warung makan dan beli bakso lagi. Alhamdulillah, senangnya ketemu bakso.
Jeddah ini ga seberapa ketat untuk masalah pakaian. Banyak wanita yang berjalan sendirian, jilbabnya tidak rapat dan berbicara dengan suara keras. Hal yang ga pernah saya temui di Makkah.
Setelah semuanya berkumpul lagi, kami pun pulang.
Jeddah selesai.
Sebentar lagi Makkah akan segera kami tinggalkan.
Lalu kami akan menuju Madinah.
Bingung, harus senang atau sedih ya.. rasanya bener-bener campur aduk. Perlahan-lahan semuanya selesai.


Setelah pelemparan hari kedua yang penuh drama, dengan badan yang rasanya udah rontok jadi serpihan, kami disadarkan pak pembimbing bahwa besok masih ada jadual pelemparan lagi.
Ah, ayoo... harus tetap semangatttt !! Namanya juga prosesi ibadah yang harus dilalui. Jadi walaupun lelah bukan main, ya tetep harus dihadapi. Tapi pak pembimbing bilang ini bisa lebih santai karena bagian yang beratnya sudah kami lewati. Alhamdulillah, syukurlah..

Suasana di Tenda Mina ini lumayan lah untuk sebuah acara kemping raksasa. Salut untuk pihak Muassasah yang bekerja keras melayani jutaan jemaah haji. Baik dari segi makanan, minuman, buah-buahan, bahkan kerupuk juga ada. Untuk rasanya yaah.. hanya makanan di tanah Indonesia yang bumbunya full. Kalau di sini ya sekedarnya saja. Sudah lumayan kok. Buat yang sedang diet mengurangi garam, makan disini pasti cocok. Intinya mah, paksain untuk makan karena kita butuh tenaga bangeet nget nget ya Bapak Ibu. Jaman kami di luar perkemahan ada yang jualan makanan dan minuman walaupun macamnya enggak banyak. Akhirnya ya balik lagi membongkar persediaan bekal pribadi atauu milik teman. Hehehe.. Untuk urusan kamar mandi, Toiletnya lumayan banyak, lebih banyak jumlahnya daripada di Arafah. Tapi penggunanya juga lebih banyak. Jadi ya ga usah panik kalau mengantri yah. Perlu strategi khusus untuk menggunakan toilet. Biasanya saya mandi jam 3 pagi dan jam 2 siang. Pokoknya bukan jam pada umumnya orang mandi. Kalau lagi kebelet gimana, ya banyak-banyak berdoa aja yaah..
Memang untuk jamaah kita dari Indonesia ini perlu lebih mengasah kepekaan untuk menjaga kebersihan, tenggang rasa dan tolong menolong. Harusnya hal seperti ini sudah jadi karakter yang menembus tulang bangsa kita, bukan sekedar ramah, banyak senyum saja.. tapi nyatanya ga pedulian sama kebersihan dan pada orang lain. Duh gimana yaa.. rada nyebelin memang.
Terus terang saya prihatin banget sama sampah yang berserakan. Sampah ada dimana-mana dan cepat sekali menggunung. Di lorong antar tenda, di dalam toilet, juga sampah akibat kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Sepertinya orang kita selalu kesulitan mengukur kapasitas kebutuhan perut sendiri dengan keinginan emosi semata. 
Melihat sebelahnya ambil nasi banyak, eh jadi terpancing ambil lebih banyak lagi. Padahal mubazir itu adalah temannya set.... Udah pada tahu kaan ?!

Orang kita rupanya gampang terpengaruh orang lain.. Melihat orang seenaknya buang sampah, eh dia pun ikutan. Dalam hatinya mikir, lhah..wong bapak itu juga buang sampah disitu kok.. ga diapa-apain sama petugas. Hadeeh, emang susyah mengubah kebiasaan buruk yah. Mudah-mudahan anak TK sekarang yang sudah diajarin buang sampah yang baik, ga lupa lagi kalau ntar besarnya pergi haji.
Rasanya himbauan saja ga akan mengubah hal semacam ini, harusnya sih ada hukuman untuk yang membuang sampah sembarangan. Kena denda atau dam lagi mungkin. Entahlah, mudah-mudahan pihak pengurusan Haji akan lebih perhatian untuk masalah sampah ini. Soalnya ini ga cocok dengan kalimat kebersihan adalah sebagian dari iman. 
Sehingga kebiasaan tertib menjaga kebersihan selama 40 hari berhaji ini mudah-mudahan ada bekasnya saat pulang nanti.

Mungkin karena sedari kecil ayah saya cukup galak membiasakan kami anak-anaknya menjaga kebersihan, jadi sejak kanak-kanak sudah terbiasa tertib. Terus terang saya lumayan terganggu dengan sampah dan bau ini. Tapi saya berusaha tidak tercetus keluar dari mulut. Istighfar saja banyak-banyak. Walau bagaimana, mereka kan tidak mengalami pembelajaran masa kecil yang sama dengan saya.
Oh ada sih saya ga tahan akhirnya menegur orang juga.
Tapi bukan tentang sampah. Ini pas antri mandi.
Setiap mau mandi antriannya selalu panjang. Pernah suatu ketika, luamaaa banget nunggu toiletnya. Ini sudah ada jalur antriannya, jadi sulit kalau kita mau pindah ke jalur yang lebih cepat, kecuali sudah terbiasa menyerobot dan dimaki orang. Setelah akhirnya pintu terbuka ternyataaa... ibu yang di dalam keluar dengan membawa sekeranjang ember cucian. Astaghfirullaaah..pantesan lama beeet buk, nah dia malah mencuci disituuh ! Padahal asal kita tahu, orang ngantri kamar mandi ini sambil menahan segala rasa lho. Tega nian sih Buuu !
Saya tegur juga, "Buk.... Ibu tuh kalau mau mencuci yang diluar situ lho Bu... kan sudah ada tempatnya disediakan. Kasihan ini pada pucat saking ngempetnya."
Aah, seandainya saja banyak orang yang lebih peka, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri, mungkin acara mengantri ini bisa jauh lebih menyenangkan.
Tapi kalau begitu di mana seninya bersabar ya... Hehehe... Ya sudahlah, mau diapain lagi ? Orang yang ditegur juga ga peduli.. doi mah cuek ngeloyor pergi aja gitu. Daripada keseel nelangsa sendiri, ya weslah istighfar lagi. Semua sudah ada balasannya dari Allah kok. Sudah pasti kok ini. Yakin dehh. Kalau di tanah suci ini balasan atas perbuatan kita tuh cepet datangnya. 

Hari terakhir melempar, kami berangkat sekitar jam 3.30 pagi. Segera setelah membentuk barisan, rombongan dihitung. 
Sebelumnya tuh, kurang melulu. Wah masih kurang satu orang. Sepertinya masih di toilet. Tunggu dulu. 
Lalu saat orang yang ditunggu datang, ada satu ibu-ibu yang ternyata ingin ke toilet juga. 
Aiih, menunggu lagi deh. 
Sabaar ya Pak Bu ! Jangan kepancing untuk protes dan bilang, "Diiiiih, bukannya dari tadi kek !".
Pokoknya banyakin sabar ya. Jangan dikurangin sabarnya dengan berdalih, kita kan udah capek menunggu. Pokoknya semua yang kejadian sama kita itu sudah ditentukan oleh Allah. Pas persis sampai ke tiap milidetiknya. Jadi jangan lampiaskan ketidakikhlasan kita menerima takdir pada orang lain.
Pernah diceritain pas manasik, ada yang protes karena ga sabar begitu malah dianya yang jadi sakit perut.
Setelah kumplit semua, rombongan pun bergerak menuju jamarat. Di jalan kami sekaligus menunaikan sholat subuh berjamaah di jalanan. Kami sudah berwudhu sejak di kemah, juga membawa tikar plastik untuk alas sajadah. Jadi langsung ikut saja ke dalam jamaah sholat subuh yang sudah ada. Atau membuat barisan sholat berjamaah yang baru kalau sudah tertinggal.
Di sebelah saya berdiri jamaah dari India yang khusyuk sholatnya walaupun jumlahnya tidak banyak.
Ah, pengalaman yang sungguh luarbiasa bisa sholat subuh dibawah langit Mina.
Melontar jam segini ternyata di jamarat tetep ramai juga, tapi alhamdulillah cuacanya masih sejuk. Kami pun bisa menyelesaikan dengan lancar. 
Kembali ke Mina sambil sholawatan dan sempat berfoto di depan terowongan Mina yang maut beberapa tahun sebelumnya. Lalu sesampainya di tenda, apalagi yang dituju kalau bukan antrian makanan. Hehe, perut udah kruyuk kruyuk minta diisi. Ternyata jam 8-an itu banyak yang sudah sarapan dari rombongan kloter lain. Jadi antrian tidak berapa panjang. Alhamdulillah.
Selesai makan, bisa deh leyeh-leyeh sejenak. Ada yang makan snack, tidur-tiduran, merapikan pakaian. Saya bersiap untuk mandi.. tapi sedang mempertimbangkan antrian kamar mandi yang masih panjang, jadi ikutan tidur-tiduran dulu.
Lalu tiba-tiba seorang teman jamaah masuk tenda sambil lompat-lompat, "Alhamdulillaah, kita bakalan balik ke Mekkah nii mbak. Pak pembimbing setuju untuk balik hari ini !!" Suasana langsung heboh.
Ah, senangnyaaa. Jadi semangat deh menuju antrian kamar mandi. 

Kami pun bersiap-siap untuk balik ke Makkah. Setelah menunggu lumayan lama, setelah dzhuhur rombongan kami berbaris dan siap memasuki bis.
Setibanya di hotel ga ada lain yang kami inginkan selain meluruskan badan di ranjang. Beneer.. pengennya sih langsung tidur.
Tapi ga bisa gitu juga. Sholat Ashar dulu lalu beberes peralatan. Berusaha keras untuk terjaga karena sebentar lagi Maghrib.
Pak suami mau Maghrib dan Isya di Masjidil Haram. Saya dan teman sekamar rasanya ga sanggup. Jadi kami sholat di masjid terdekat dengan hotel. Tak lupa mampir sejenak ke toko di dekat hotel untuk membeli deterjen, biskuit dan jus buah. Alhamdulillah, senangnya bisa jajan lagi hihihi..
Keesokan pagi subuh masih sholat di masjid terdekat. Lalu mulai mencuci. Hari itu sepertinya jemuran penuh dan ramai sekali. Pakaian ihram memenuhi jemuran. Sampai dibuat tali jemuran tambahan di depan kamar oleh bapak-bapak.. Ssstt... Kalau pakaian dalam biasanya saya jemurnya di dalam kamar saja. Malu atuh. Aneka renda terpampang nyata. Ih, maluu ah. Di kamar kan pake AC, jemur di balik tempat tidur sehari juga kering kok.
Keuntungan menjemur di Makkah, pakaian cepat kering. Tapi buat ibu-ibu jangan sendirian mengambil jemuran di atap gedung.. harus ditemani. Pokoknya buat wanita harus selalu berhati-hati menjaga diri ya..

Bapak ibu jamaah haji beramai-ramai menjemur di lantai atap gedung sambil memandangi panorama kota Makkah. Suasananya memang tak tergantikan. Lukisan alamnya yang unik karena dikelilingi bukit berbatu, cuacanya yang panas, burung Merpati yang terbang hilir mudik namun alhamdulillah tidak pernah mengotori jemuran pakaian kami. Jam raksasa di Hilton terlihat besar sekali dari sini. Menara Masjidil Haram pun terlihat jelas. Klakson mobil terdengar diselingi teriakan khas bahasa Arab. Ucapan salam dan teguran dari para jamaah haji yang berpapasan menambah khas pagi itu. Terharu rasanya mengingat semuanya. Rasanya saya ingin memasukkan ke dalam memori semua penglihatan, dan suasana yang saya lihat juga aroma kota Makkah saat itu. Karena saat seperti itu akan selalu saya rindukan. Seperti sekarang ini. Rindu Makkah.
Alhamdulillaah, prosesi haji telah selesai dan kami semua bisa kembali dengan lengkap. Bener-bener alhamdulillah ya Allah. Engkau sungguh Maha Rahman dan Rahiim.. karena di beberapa kloter jamaahnya tidak utuh kembali ke Makkah.
Hari itu khusus hari laundry, karena cucian banyak bener. Dan semua orang ingin mencuci. 
Keesokan hari jadual sholat kami akan kembali ke Masjidil Haram lalu ada rencana  berkunjung ke Gua Hira dan ke Jeddah untuk berbelanja.

Gua Hira
Kunjungan ke Gua Hira sekarang ini tidak diperbolehkan lagi, karena pemerintah Saudi khawatir akan adanya praktik pengkultusan di lokasi tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu itu.
Alhamdulillah saat itu kami masih berkesempatan mengunjungi Gua Hira.

Jadual berkunjung ke Gua Hira sengaja dipilih malam hari karena kita akan mendaki gunung. Kebayang kalau siang-siang terik matahari kita naik gunung. Alamak, alangkah menderitanya. 
Kami berangkat jam 9 malam. Sekitar sejam di perjalanan termasuk parkir bis yang rada susah karena lokasinya sempit. Oiya kami menyewa bis khusus untuk rombongan kami. Supirnya orang Suriah yang sering digodain bapak-bapak karena susah senyum.

Sebelum menanjak ke arah Gua, ada beberapa toko souvenir di kaki bukit. Tapi yang besar ada 2 toko. Kami rehat sejenak disitu. Oiya, diatas tidak ada toilet, jadi ini memang pit stopnya. Kalau mau ke toilet ya disini. Beberapa ibu-ibu jamaah ada yang langsung ngacir aja.. Lalu ada yang beli teh panas untuk menghangatkan tubuh. Tapi saya sudah bawa tes panas di termos nih, dan sedang tidak ingin ke toilet....
Saya cuma memperhatikan dagangan saja. Beberapa jamaah membeli tasbih. Tapi karena nanti bakalan turun ke sini lagi, saya pikir belinya nanti sajalah. Too excited buat naik ke atas... rasanya sudah ga sabar menuju Gua Hira.
Segera setelah Pak pembimbing menerangkan jalur pendakian dan kondisi di atas, kami pun mulai mendaki.
Saya berjalan bersama suami. Lalu ada Mbak Yul dan nenek di dekat kami. Nenek berjalan pelan-pelan saja, karena takut lelah. Oiya, ada juga yang ga mau ikutan mendaki, terutama bapak ibu sepuh yang punya gangguan di kakinya. 
Pendakian ke Gua Hira ini pas kami naik sudah dibikinkan undak-undakan tangganya oleh Pemerintah Kota Mekkah. Bukan satu garis lurus sih, tapi berbelok-belok mengikuti punggung bukit. Di beberapa titik ada area melebar untuk orang duduk. Tadinya saya pikir buat apa ya ada orang yang mau duduk-duduk disini. Ternyata itu untuk kita berhenti sejenak mengambil napas. Jarak antar anak tangganya lumayan tinggi. Jadi ga berapa lama mendaki, saya pun mulai ngos-ngosan. Pokoknya saya bolak balik berhenti deh saking lelahnya. Duh Ya Allah, ini padahal malam hari lho.
Di sekitar tangga tampak area Jabal Nur ini penuh dengan bebatuan.
Gersang sekali. Tidak ada pohon besar. Tidak ada tanda kehidupan. Hanya batu, pasir dan udara yang panas. Angin saja tidak ada yang berhembus. 
Terbayang jaman Rasulullah dulu mendaki ke Gua Hira ini bolak balik lalu keluarganya Khadijah dan Fatimah mengantar makanan, betapa kuatnya beliau dan keluarganya ya. Padahal pakaian mereka model jubah dan gamis gitu. Pasti sulit sekali melangkah di bukit pasir dan bebatuan yang miring dan curam begini. Masya Allah.
Dengan sendirinya rombongan terpencar-pencar. Yang kuat bisa dengan sigap dan cepat sampai di atas. Saya yang bolak-balik berhenti ini tentu jadi lama. Beruntung pak suami sabar menemani sambil menyodorkan minuman. Ada rombongan dari Turki atau Mesir yang ikut naik bersama kami. Kelihatannya mereka bakalan gamoang karena orangnya pada tinggi besar, ternyata sama aja. Ga semuanya ringan melangkah. Banyak juga yang berhenti mengambil napas. Ayoo atuh semangaat !!!
Jam 11.30 malam sampai diatas. Nah tadi mulai mendaki jam 10, hitung sendiri deh berapa jam untuk naik kesini. Sesampai di atas kami berdiri di pinggiran railing. Memandangi masjidil Haram dan kota Makkah dari ketinggian. Subhanallah memang indah sekali ya. Lampu-lampu di Masjidil Haram tampak bercahaya terang sekali seperti emas permata menerangi sekitarnya yang gelap gulita. Menara jam pun terlihat spektakuler.
Kota Makkah ini dikelilingi gunung batu. Jadi kalau dilihat dari atas begini seperti terletak di dasar mangkuk.
Dari ketinggian seperti ini, suasananya memang beda.
Riuh rendah kejadian di bawah sana tidak terdengar. Semua tampak kecil dan tidak berarti.
Begini mungkin ya yang Nabi Muhammad rasakan saat melihat Makkah dari ketinggian. Saat itu hatinya gundah dengan banyaknya kemaksiatan yang berlangsung di Makkah. Mengambil jarak begini mungkin untuk menegaskan bahwa Nabi tidak mau ikut serta, namun saat itu tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya. Mau pergi kemana juga ? Keluarga dan kehidupan beliau ada di Makkah.

Di atas sini penerangannya tidak banyak. Cenderung gelap dan remang-remang. Heran juga, kami kira banyak orang, ternyata sepii. Yang ramai cuma di seputar Gua. Disini berjubel sekitar 25-30 orang.
Gua Hira sendiri gua yang kecil saja. Area menuju gua juga kecil. Hanya cukup 2 orang untuk masuk ke dalam Gua. Itu pun harus miring-miring karena sempitnya. Untuk memasukinya kami harus antre. Kami ingin sholat sunnah 2 rakaat di sini. Wudhunya memakai air kemasan yang kami bawa, lalu segera masuk barisan antre. 
Memasuki gua ini rasanya syahdu dan terharu sekali.
Ya Allah disini dulu manusia termulia itu pernah singgah dan berdiam untuk merenung.. Lalu bertemu Malaikat yang juga mulia karena membawa kalam Mu. Masya Allah Subhanallah.
Bapak-bapak menjaga kami biar bisa sholat duluan. Setelahnya, gantian kami menunggu mereka sholat. Kami ga banyak bicara. Hanya terucap lantunan dzikir.. Kalau perjalanan ibadah begini, memang banyak terharunya. Bisa naik kesini aja sudah alhamdulillaah banget. Berjuang bisa masuk ke dalam Gua pun alhamdulillaah. Sulit dan ga mudah untuk bisa naik kesini. Mendaki dan kudu sabar mengantri. Tapi toh bisa.
Bener-bener terharu. 

Jeddah

Sepulang dari Gua Hira jam 2 pagi, lalu siap-siap ke Masjidil Haram. Hari ini jadualnya ke Jeddah untuk membeli oleh-oleh. Segera selesai balik ke hotel, kami sarapan dan bersiap.
Namanya ibu-ibu, selalu senang dengan kata shopping ya, entah kenapa. Di sepanjang perjalanan menuju Jeddah biasanya kami ngobrol, tapi kali ini lebih banyak tidur saking ngantuknya. Bangun-bangun sudah sampai ke Masjid Terapung.
Disana beli bakso yang dijual para TKI. Wah baksonya enak.. Pengen deh beli dua mangkok tapi sudah masuk waktu sholat. Yah, batal. Hehe.
Setelah dari situ mampir ke Resto Garuda di Jeddah. Ini resto khusus masakan Indonesia. Alhamdulillah ada Mbak Ozi yang syukuran berkenaan dengan hari miladnya. Setelahnya kami diberi waktu 2 jam untuk belanja hingga balik ke bus lagi.
Saya beli oleh-oleh buat teman, saudara dan tetangga disini. Harga sajadah dan kerudung lebih murah disini dan variasinya juga lebih banyak. Ada jamaah yang beli karpet juga dan langsung dikirim pakai kargo ke alamat rumah di Jakarta. Daftar belanjaan oleh-oleh kami selesai dengan cepat. Malah untuk keluarga sendiri belum dibelikan. Saya pikir nanti sajalah di Makkah atau Madinah lagi. Selanjutnya kami melipir ke warung makan dan beli bakso lagi. Alhamdulillah, senangnya ketemu bakso.
Jeddah ini ga seberapa ketat untuk masalah pakaian. Banyak wanita yang berjalan sendirian, jilbabnya tidak rapat dan berbicara dengan suara keras. Hal yang ga pernah saya temui di Makkah.
Setelah semuanya berkumpul lagi, kami pun pulang.
Jeddah selesai.
Sebentar lagi Makkah akan segera kami tinggalkan.
Lalu kami akan menuju Madinah.
Bingung, harus senang atau sedih ya.. 
Rasanya bener-bener campur aduk. 
Perlahan-lahan semuanya selesai.


Kenangan di pelataran Gua Hira, sambil menunggu para Bapak yang masih sholat sunnah di dalam Gua.

Klik di bawah ini untuk sambungannya ya.

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 11

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum wrwb.

Jumat, Maret 16, 2018

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 9 - Melempar Jumrah Yang Penuh Perjuangan

Prosesi melempar jumrah hari pertama kemarin memang sangat berkesan. Bagaimana kami berhasil bertahan berjalan pulang pergi sejauh 6 km, belum lagi kelelahan sejak menunggu bis dari tadi malam. Namun alhamdulillah bisa diselesaikan juga.. 
Itu saja rasanya udah setengah mati. Malam hari selesai sholat Isya berjamaah dan makan, acara diisi dengan tausiah singkat oleh pak pembimbing, dzikir bersama dan membahas rencana untuk pelemparan kedua.

Hari kedua prosesi pelemparan jumrah, kami pikir rasanya akan lebih mudah.
Sepertinya sih lebih pede ya... Hmm, padahal ternyata hari ini adalah hari yang super beraaaat.. Gimana ceritanya ? Monggo, baca aja selanjutnya ya..
_____________________

Pagi buta, jam 2 pagi semua sudah dibangunkan untuk mulai bersiap. Yang ke toilet harus segera mengantri untuk mandi dan bebersih, untungnya masih sepi. Masih sempat sholat malam dan makan roti juga minum teh hangat.
Lalu kami berbaris rapi dan berangkat menuju Masjidil Haram untuk Thawaf. Lagi-lagi kami kesulitan mendapat kendaraan, akhirnya setelah berjalan sekitar 1 km agak menjauhi lokasi tenda Mina, dapat juga bis yang cukup untuk dimasuki kami serombongan. Gapapa deh rada sesempitan bareng dengan jamaah dari Pakistan. Alhamdulillah bisnya ber AC.
Memasuki jalanan kota Makkah, mulai macet dan tersendat-sendat.
Mulai khawatir, ...duuh bisa dapat Subuh di Masjidil Haram ga ya ?
Berdoa dan dzikir yang banyak biar ga khawatir melulu, dan semoga Allah mudahkan.
Kami melewati hotel tempat menginap di Mekkah... Rombongan jadi ribut, ooh rindunya sama kamar, kasur dan bantal. "Kapan kita balik kesini ya Pak ?" beberapa teman bertanya ke Pak Pembimbing. Selama ini di tenda cuma tidur di karpet dan beralas mukena yang dilipat-lipat.. Begitu deh yaa..jadi manyun..
Walaupun kamar di hotel Mekkah ga senyaman kamar di rumah, tetap saja setelah ditempa tidur seadanya di perkemahan Arafah dan Mina jadi hal yang paling dirindukan saat ini...mulai deh lebay ..

Setibanya di dekat jalan yang menuju pinggiran pelataran Masjidil Haram, kami harus berjalan kaki lagi karena bis sudah tidak boleh mendekat. Alhamdulillah, mendekati waktu Subuh, alur manusia membanjiri Masjidil Haram, dan kami salah satunya.
Karena ramai, akhirnya rombongan berpencar untuk mencari tempat. Kami janjian untuk bertemu lagi di area selesai Sai. Alhamdulillaah, saya dapat tempat di lantai dua dekat area Sa'i bersama ibu-ibu satu rombongan kami. Suasana disini sangat syahdu. Pilar-pilar Masjidil Haram melengkung besar-besar, menjadi bingkai suasana pagi. Langit malam mulai bergaris memerah menyambut adzan diantara suara burung yang bersahutan mengiringi pagi. Beruntung juga, pak suami tak jauh dari situ ada di barisan para pria. Setidaknya hati jadi tenang.

Selesai sholat subuh kami mulai prosesi Thawaf Ifadah untuk tanda tuntas selesainya ibadah haji. Wah kebayang ga, jutaan manusia beniatan yang sama. Masjidil Haram penuuuh sesak. Melongok dari atas, rasanya tidak mungkin thawaf di sekeliling Kakbah, karena di bawah sepertinya gerakan thawaf melambat saking padatnya orang. Masya Allah.. 
Akhirnya kami memutuskan berthawaf di lantai dua. Tentu saja dengan resiko jaraknya jadi lebih jauh. Tapi setidaknya bisa bernapas dengan lebih lega. 
Paksu segera menggandeng saya, supaya saya bisa mengikuti langkah kakinya yang panjang-panjang. Segera saja lantai dua pun menjadi penuh sesak. Jamaah dari Afrika rasanya tidak berjalan, mereka thawaf dengan setengah berlari, saking kencangnya bergerak. Sempat berpapasan juga dengan jamaah dari Inggris. Lucu ya, jadi ketahuan asal negaranya karena ada bordir lambang bendera mereka di jilbabnya. Mereka yang dari Eropa ini berjalan dengan anggun tidak terburu-buru.
Kami larut dalam dzikir dan doa. Entahlah, setiap berthawaf rasanya selalu terharu.. namun kali ini di tengah ramainya orang, konsentrasi juga dipasang supaya ga bertabrakan. Saya kadang kalau sudah oening saking umpel-umpelan begini jadi ga menghitung sudah berapa putaran. Alhamdulillah, beruntungnya punya suami yang selalu teliti. Saya sempat berhenti di putaran ke 6, tapi ditarik lagi sama Paksu... karena menurut beliau kurang satu lagi...yaaah kirain udahan. 
Lanjut ke area Sa'i.. Sama penuhnya. Bahkan jamaah dari Turki membentuk barisan pria di luar untuk melindungi jamaah wanitanya di sebelah dalam. Jamaah dari China pun sangat ulet mencari jalan. Barisan mereka tak bisa dipotong.
Alhamdulillaah selesai sa'i dan memotong beberapa helai rambut. Masih sempat sholat sunnah mutlak dan duduk menunggu teman serombongan. Lalu kami rehat sambil minum sebentar untuk mengisi tenaga.
Ya Allah, tak terasa satu demi satu prosesi Haji selesai. Menitik air mata saya, teringat betapa panjang proses yang kami lalui hingga sampai kesini, perjuangan mengumpulkan uang, menabung untuk melunasi, dan bersabar melewati setiap tahapan. Sedikit teringat si bayi dan anak-anak, sedang apa ya mereka saat ini.. airmata pun menetes. Saya segera minum dan mengunyah permen... biar ga terlalu teringat mereka. Air Susu saya sudah berhenti sejak kami berangkat menuju Armina. Mbak Yan bilang saya sekarang tambah kurus. Iya kah ? Saya ga memperhatikan.

Selesai Sa'i telah berkumpul beberapa orang dan kami menunggu cukup lama, padahal janjinya rombongan akan segera bergerak menuju Mina lagi untuk melempar. Acara tunggu menunggu ini betul-betul menguras tenaga. Kelelahan yang sudah terkumpul selama berhari-hari dan rasa lapar membuat emosi mulai tersulut. Inilah dia ujiannya datang lagi.
Beberapa orang mulai ga yakin sama ketua regu.
"Tadi bilangnya janjian dimana sih, apa ga salah nih.... kenapa yang lain belum muncul?" 
"Pak pembimbing kemana ini, coba ditelpon!" Dan telponnya ga menyahut.
Setelah 1 jam menunggu, kami memutuskan berjalan keluar dari area sa'i menuju pelataran di bawahnya. Masjidil Haram ini begitu luas, sangat sulit kita bertemu seseorang secara ga sengaja kecuali sudah janjian atau sudah kehendak Allah.
Di pelataran belakang yang luas ini mata jadi silau karena suhunya yang panas luarbiasa, waktu itu sekitar jam 10an, ada timbunan geragal di kanan kiri, gersang dan kotor. Berantakan banget lah...
Ada dua-tiga orang yang mulai meninggikan suara, masing-masing melontarkan ide dan bantahan tentang kita harus kemana setelah ini tanpa Pak Pembimbing. Saya sebenernya mulai kepancing emosi juga. Alhamdulillaaah banget, sebelum buka mulut saya sempat melirik ke Paksu. Beliau mengerti saya mau apa dan langsung menajamkan matanya sambil menggelengkan kepala. Tanda mau bilang, udah jangan ikut-ikut! Okeeee, baiklah Pak.

Saya melihat di samping kami ada bangunan bertingkat yang kosong di sebelah kiri dan ada kolong luas dibawahnya. Saya ajak nenek kesitu untuk berteduh. Yang mau berdebat dan bertengkar monggo... kami ntar ngikut gimana hasilnya aja. Wong kita sama-sama buta lokasi, mbok ya dibawa dzikir aja.. Bener kan Pak Bu ? Bertengkar itu ga menyelesaikan masalah. Yang ada malah jadi bete satu sama lain nantinya.
Lumayan nih bisa ngadem sebentar dan minum. Paksu dan beberapa orang mulai melipir mengikuti kami berteduh.
Cuaca panas memang cenderung bikin saya sakit kepala kalau sudah dehidrasi. Makanya harus banyak minum. Dan inilah salah satu kebodohan kami. Lupa membawa tempat minum besar yang dibeli sejak di Asrama Haji Pondok Gede. Padahal perjalanan masih jauh... heuhuhu...

Setelah menunggu lumayan lama dan berusaha telpan telpon, tiba-tiba Pak Pembimbing muncul dari kejauhan dengan membawa dua tentengan besar makanan. Saya lupa, seingat saya itu dari resto AlBaik. Rupanya tempat makan penuh diserbu orang, jadi beliau juga baru selesai membeli dan berputar-putar dulu mencari kami. 
Alhamdulillaah ketemu juga ya, kalau nggak entah sampai kapan acara menunggunya ini.

Karena cuaca panas, kami mau balik ke kemah Mina lagi, lalu baru melempar pada sore harinya. So, akhirnya rombongan pun bergerak lagi. Kali ini ga ada bis yang lewat, akhirnya kami sewa mobil angkutan penumpang yg cukup besar, diatas kapnya pun bisa dinaiki orang. Ibu-ibu disuruh naik duluan. Penumpang didalam ternyata sudah banyak .. jadi bapak-bapak sebagian naik ke atas mobil.

Rupanya setelah beberapa waktu, yang diatas jadi sangat kepanasan. Bapak-bapak berteriak minta sajadah buat menutupi kepala biar ga pusing. Ibu-ibu mengulurkan sajadah buat suami-suaminya. Saya pun ikutan mengulurkan sajadah ke atas buat suami saya.
"Pak, tolong ini sajadah juga buat suami saya ya."
Setelah beberapa lama, sajadahnya kembali ke saya. Ha, kok bisa ?
"Gak ada Pak Freddy diatas Bu", kata orang dari atas mobil.
Lho, terus mana suami saya ya ? Kepala saya berputar-putar ke seluruh penjuru mobil, ga menemukan suami saya.
Aduuh, jangan-jangan suamiku ketinggalan tadi. Saya mulai gelisah.
Satu persatu penumpang di absen. Di atas dipastikan ga ada. Di dalam mobil ga ada juga.. 
Bapak-bapak heboh sendiri, "Lho perasaan tadi Pak Freddy naik juga di sebelah saya kok."
Saya pasrah hanya bisa berdoa, semoga paksu bisa menyusul juga. Akhirnya teriakan bapak-bapak yang heboh membicarakan suamiku tertinggal itu terdengar oleh orang yang gelantungan di pintu mobil.
"Ada apa nyari saya ? Saya disini Pak !", orang-orang jadi tertawa.
Ternyata suamiku berdiri gelantungan di pinggir pintu. Suara diluar sangat berisik jadi beliau ga begitu dengar pembicaraan yang berlangsung didalam. Ealaah Pak Pak... 

Mobil berhenti di area yang macet ga bisa jalan lagi. Pak Pembimbing memutuskan untuk turun dan berjalan kaki. Padahal masih jauh banget ini. Di situ ada Mal besar Bin Dawood. Pak Pembimbing masuk ke dalam Mal. Duuuh senengnya, adem banget. Lumayan lah untuk mengusir rasa panas di luar.
Wah, kami sudah seneng, mikirnya asyiiik.... bakalan dibelikan minuman dingin atau es krim nih disini.
Ternyata Pak Pembimbing cuma mau cari jalan pintas. Setelah berbelok-belok di dalam mal, akhirnya kami keluar lagi lewat pintu keluar sebelah belakang.
Jiaaaaah, kirain bakal duduk di Pujasera atau apa.
Ngenes sendiri ngelihat deretan penjual minuman.
Sesampai diluar mal, Pak pembimbing menawarkan untuk berteduh sambil makan dulu. Kan sedari pagi kami belum makan.
Tapi mau duduk berteduh dimana... jalanan penuuh sama orang dan aneka jualan.
Tapi beberapa orang sudah tak sanggup berjalan karena lemes kelaparan.
Akhirnya kami duduk menggelar alas plastik yang memang dibawa dari Mina dan duduk... dimana hayo.... di samping tumpukan sampah. Ada aneka sampah dan lalat beterbangan.
Ini satu-satunya tempat yang rada kosong dan cukup teduh. 
Ini bener-bener deh satu hal yang ga mungkin kita lakukan kalau di Jakarta. Boro-boro deh !!
Tapi disini, sudah ga mikir lagi saking lapar dan lemasnya. Ini aja sudah alhamdulillaaah banget. Apa yang mau disombongkan coba. Kalau sudah kepepet, kudu bisa .. Tangan hanya dibersihkan pakai tissue basah dan sedikit air minum. Lalu kami makan dengan lahap. Sambil ketawa ketiwi karena tadinya tuh ya langsung duduk aja, setelah makanan mau habis baru nyadar...eh samping kita ini sampah lho ternyata.... hahaha..

Di sekitar situ ada para mantan tki yang berjualan makanan. Ada bakso, ada telor rebus, mie instan. Pak pembimbing kasihan melihat mereka, akhirnya telor rebusnya diborong semua ada sekiloan telur kayaknya.
Kita mikirnya, duuh buat apa nih telor rebus segambreng.. Kan kita masih pada kenyang.. Tapi yah kali aja nanti ada yang mau buat makan malam.

Perjalanan dilanjutkan.
Karena memang ga ada kendaraan, jadinya kami jalan kaki deh.
Tadinya kan niatnya mau balik ke tenda di Mina. Tapi ini jalannya mengarah ke Jamarat. Akhirnya diputuskan langsung ke jamarat saja karena sudah lebih dekat ketimbang ke Mina, nanti dari sini baru balik ke Mina. Padahal ya masih 4 km lagi lhoo !
Yuhuu.. saya ikhlas berjalan jauh begini. Tapi kesian juga kalau melihat jamaah yang sudah berumur. Jalannya mulai terseok-seok. Jalanan aspalnya pun panas banget. Memantul-mantul bikin silau dan suhunya yah... ga usah ditanya lagi deh.. Semoga Allah menguatkan.
Saya dan suami juga beberapa orang ga bawa kerikil tertinggal di Mina. Kami melipir ke tanah di sekitar jalanan situ untuk mencari batu kerikil. 
Walaupun sudah dirundingkan kita akan melempar jumrah lagi, tetep ada yang ga mendengarkan. Ga usah heran, rasa panas dan kelelahan kadang bikin kita jadi ga konsen.
Apalagi saat berjalan, kecepatan jalan tiap orang kan ga sama. Ada pasangan muda yang langkahnya panjang-panjang. Jadinya jalannya udah jauh di depan. Ngeduluin nih yee...hahaha.
Tapi saat akan berbelok ke jamarat, lha kok mereka malah ke arah Mina. Duh dipanggil-panggil, lalu diteriakin ga dengar juga. Akhirnya ada satu orang bapak-bapak yang lari untuk menyusul mereka dan balik lagi ke rombongan kita. Luarbiasa ! 
Moga-moga mereka bawa kerikil yah, kalau ternyata ga bawa dan ga ikutan nyari pas tadi di jalan... ya ga tahu lagi deh. 

Kami memasuki gedung jamarat ini siang hari jam 2 an. Aslinya kalau siang begini, jatahnya jamaah dari Eropa, Arab dan Afrika untuk melempar. Karena fisik mereka lebih besar jadi dianggap lebih tahan cuaca. Kalau kita yang Asia biasanya waktu melempar setelah Ashar hingga malam.
Tapiii, saat siang hari adalah waktu afdhol melempar. Seperti saat dulu Nabiyullah Ibrahim melakukannya.
Jadinya area menuju gedung jamarat penuuh dobel sesak, aneka ras bangsa di dunia ada disini. Ya Allah, entahlah gimana caranya biar bisa jalan dan masuk ke dalam. Beberapa jamaah yang sepuh sudah ga sanggup berjalan lagi. Akhirnya melemparnya diwakilkan. Mereka diminta beristirahat di dekat area toilet.
Dzikir, dzikir, dzikir... jangan kebanyakan mikir. Bismillah semoga lancar.
Alhamdulillah, kami jalannya melipir dan pelan-pelan. Pakai strategi yang kemarin. Ga boleh buru-buru dan jangan menyikut dan menyakiti orang lain. Jadinya bisa dapat tempat yang lapang buat melempar walaupun kondisinya penuh sesak.
Selesai melempar, rasanyaa legaaa banget. Saya rasanya seperti melempar semua setan yang ada di diri saya biar hancur terhempas ke dinding jamarat. Semoga begitu ya..aaaamiiin.

Selesai melontar, kami pun berjalan berjalan kembali menuju Mina. Sambil beristirahat sejenak, kami makan telur rebus yang tadi dibeli. Langsung habis deh itu telur, ternyata ga sampai acara makan malam ya umurnya.. Alhamdulillah banget, jadi ada tenaga lagi.

Kami jalannya santai dan pelan saja, karena aslinya sudah lelah banget. Dan suhu siang hari ini luarbiasa panasnya. Air kemasan sudah habis, dan bodohnya botolnya tadi dibuang supaya ga bikin berat... Haduuuh ! Jadi susah deh mau minta air dari yang lain ! Tempat minum gratis kok ga muncul-muncul...ini udah jalan 2 kiloan. Padahal biasanya banyak kelihatan. Sempat ketemu air pancuran minum tapi ternyata rusak. Kerongkongan rasanya keriing banget. Akhirnya saking hausnya nanya ke sesama jamaah, ada yang punya air lagi kah ? Mereka pun airnya tinggal dikit-dikit.. paling tinggal 3 cm dari dasar botol. Ada yang sudah hampir habis. Ga tega juga mintanya. Dikasih air dari Mbak Yul, saya cuma minta seteguk sekedar untuk meringankan dahaga. Suami pun minta seteguk. Kasihan nenek kalau sampai kehabisan air minum.

Itu air rasanya cuma lewat saja. Baru jalan 5 meter udah haus lagi. Ya Allah, hausnya mencekik sekali bukan main-main.
Air liur kering, lidah pun sampai terjulur keluar.
Ya Allah, mohon ampun Ya Allah.. Haus banget hamba ini Ya Allah. Mohon pertemukan kami dengan air.. Ya Allah dimana airnya. Tolong kami Ya Rabb.
Wajah mulai pucat dan langkah pun jadi berat tersaruk-saruk. Begini rasanya kalau orang mau pingsan yaa..
Disaat mata mulai berkunang-kunang, di kejauhan tampak orang yang berkerumun di tempat air pancuran minum. Kami pun bergegas berlari mendekat lalu minum sepuasnya. Bismillaaah. Pak pembimbing sempat meledek, kata beliau wah jangan-jangan itu air comberan yang disaring. Hmm, ga mempan Pak ! Saya dan suami udah ga peduli lagi saking hausnya, wis Bismillah aja deh.

Alhamdulillaaaaaah Ya Allah. Di saat kami sungguh kehausan, Engkau lah yang mendatangkan air, hingga hilang haus dahaga yang menyiksa ini. Di saat kami sudah hampir putus asa, disitulah pertolongan Allah datang. Kuncinya hanya berdoa, berusaha untuk tetap berjalan dan pasrah tawakkal pada Allah.
Saya terus terang belum pernah ngerasa kehausan separah ini. Kalau di tanah air, kita kan selalu banyak minum, air pun ada dimana-mana dan cuacanya lembab. Kalau di Makkah ini memang subhanallah. Angin tak ada, kalaupun ada udaranya keriing banget. Ditambah suhu yang panas luar biasa, sungguh hebat betul manusia yang tinggal di jazirah Arab ini. Allah Maha Adil, mereka yang badannya besar-besar memang ditaruh Allah di daerah yang alamnya keras.

Semakin mendekati tenda Mina, kaki rasanya semakin pegal.
Di saat langkah mulai lemas dan lesu karena kelelahan, takbir dan talbiyah yang diteriakkan para jamaah dari negara lain menyemangati kami. Berganti-ganti. Kadang dari jamaah Malaysia yang tahu-tahu sudah disamping kami dan menyapa, "Apa kabar?". Lalu mengajak berjalan lebih cepat.
"Ayo Pakcik ! Ayo Makcik! "
"Ya ya ya.. silakan duluan lah kalian.."
Ada juga jemaah Turki yang sepertinya selalu yang paling semangat meneriakkan talbiyah atau sholawat.
Ya Allah, masyaa Allah ! 
Luarbiasa persaudaraan dalam Islam. Terharu rasanya mendapat sekadar senyum ramah dari mereka. Hal sepele yang jadi penuh arti dan bisa membangkitkan energi kita ternyata.

Sampai di Mina, kami langsung menghambur ke sajadah untuk bersujud syukur. Lalu bersiap sholat dzhuhur dan ashar yang dijamak.
Selesai makan, rasanya cuma kepingin tidur dan meluruskan kaki.
Alhamdulillah Ya Allah, karena Engkau sajalah kami bisa menyelesaikan rangkaian ibadah hari ini.
Kalau dihitung sejak jam 2 pagi tadi, kami sudah berjalan 20 km lebih hari ini. Masya Allah...ternyata kami bisa dan Alhamdulillah kami semua selamat.
Rasanya tak henti mengucap syukur. Alhamdulillah Ya Rabb..
Wajah-wajah pucat kelelahan bergelimpangan di karpet.
Aroma balsem dan minyak urut pun bertebaran di udara.

Ini adalah hari yang sungguh luarbiasa dan tak terlupakan seumur hidup saya.. Yang selalu mengingatkan saya, bahwa pertolongan Allah itu dekat. Amat dekat.

Makan di samping tumpukan sampah. Ga bakalan mau kalau di tanah air. Tapi anehnya di sebelahnya ada orang lagi santai sambil leyeh-leyeh.. Cuma di jalanan menuju jamarat banyak ditemukan keanehan macam ini. Hehe..

Wajah - wajah kelelahan sekaligus terharu... akhirnya berhasil juga kami menyelesaikan prosesi lempar jumrah yang kedua.

Klik di bawah ini untuk sambungannya ya..

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 10

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum. Wrwb.