Jumat, November 23, 2018

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 10 - Hari-hari Terakhir di Makkah


Hari-hari Terakhir di Makkah

Setelah pelemparan hari kedua yang penuh drama, dengan badan yang rasanya udah rontok jadi serpihan, kami disadarkan pak pembimbing bahwa besok masih ada jadual pelemparan lagi.
Ah, ayoo... harus tetap semangatttt !! Namanya juga prosesi ibadah yang harus dilalui. Jadi walaupun lelah bukan main, ya tetep harus dihadapi. Tapi pak pembimbing bilang ini bisa lebih santai karena bagian yang beratnya sudah kami lewati. Alhamdulillah, syukurlah..

Suasana di Tenda Mina ini lumayan lah untuk sebuah acara kemping raksasa. Salut untuk pihak Muassasah yang bekerja keras melayani jutaan jemaah haji. Baik dari segi makanan, minuman, buah-buahan, bahkan kerupuk juga ada. Untuk rasanya yaah.. hanya makanan di tanah Indonesia yang bumbunya full. Kalau di sini ya sekedarnya saja. Sudah lumayan kok. Buat yang sedang diet mengurangi garam, makan disini pasti cocok. Intinya mah, paksain untuk makan karena kita butuh tenaga bangeet nget nget ya Bapak Ibu. Jaman kami di luar perkemahan ada yang jualan makanan dan minuman walaupun macamnya enggak banyak. Akhirnya ya balik lagi membongkar persediaan bekal pribadi atauu milik teman. Hehehe.. Untuk urusan kamar mandi, Toiletnya lumayan banyak, lebih banyak jumlahnya daripada di Arafah. Tapi penggunanya juga lebih banyak. Jadi ya ga usah panik kalau mengantri yah. Perlu strategi khusus untuk menggunakan toilet. Biasanya saya mandi jam 3 pagi dan jam 2 siang. Pokoknya bukan jam pada umumnya orang mandi. Kalau lagi kebelet gimana, ya banyak-banyak berdoa aja yaah..
Memang untuk jamaah kita dari Indonesia ini perlu lebih mengasah kepekaan untuk menjaga kebersihan, tenggang rasa dan tolong menolong. Harusnya hal seperti ini sudah jadi karakter yang menembus tulang bangsa kita, bukan sekedar ramah, banyak senyum saja.. tapi nyatanya ga pedulian sama kebersihan dan pada orang lain. Duh gimana yaa.. rada nyebelin memang.
Terus terang saya prihatin banget sama sampah yang berserakan. Sampah ada dimana-mana dan cepat sekali menggunung. Di lorong antar tenda, di dalam toilet, juga sampah akibat kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Sepertinya orang kita selalu kesulitan mengukur kapasitas kebutuhan perut sendiri dengan keinginan emosi semata. 
Melihat sebelahnya ambil nasi banyak, eh jadi terpancing ambil lebih banyak lagi. Padahal mubazir itu adalah temannya set.... Udah pada tahu kaan ?!

Orang kita rupanya gampang terpengaruh orang lain.. Melihat orang seenaknya buang sampah, eh dia pun ikutan. Dalam hatinya mikir, lhah..wong bapak itu juga buang sampah disitu kok.. ga diapa-apain sama petugas. Hadeeh, emang susyah mengubah kebiasaan buruk yah. Mudah-mudahan anak TK sekarang yang sudah diajarin buang sampah yang baik, ga lupa lagi kalau ntar besarnya pergi haji.
Rasanya himbauan saja ga akan mengubah hal semacam ini, harusnya sih ada hukuman untuk yang membuang sampah sembarangan. Kena denda atau dam lagi mungkin. Entahlah, mudah-mudahan pihak pengurusan Haji akan lebih perhatian untuk masalah sampah ini. Soalnya ini ga cocok dengan kalimat kebersihan adalah sebagian dari iman. 
Sehingga kebiasaan tertib menjaga kebersihan selama 40 hari berhaji ini mudah-mudahan ada bekasnya saat pulang nanti.

Mungkin karena sedari kecil ayah saya cukup galak membiasakan kami anak-anaknya menjaga kebersihan, jadi sejak kanak-kanak sudah terbiasa tertib. Terus terang saya lumayan terganggu dengan sampah dan bau ini. Tapi saya berusaha tidak tercetus keluar dari mulut. Istighfar saja banyak-banyak. Walau bagaimana, mereka kan tidak mengalami pembelajaran masa kecil yang sama dengan saya.
Oh ada sih saya ga tahan akhirnya menegur orang juga.
Tapi bukan tentang sampah. Ini pas antri mandi.
Setiap mau mandi antriannya selalu panjang. Pernah suatu ketika, luamaaa banget nunggu toiletnya. Ini sudah ada jalur antriannya, jadi sulit kalau kita mau pindah ke jalur yang lebih cepat, kecuali sudah terbiasa menyerobot dan dimaki orang. Setelah akhirnya pintu terbuka ternyataaa... ibu yang di dalam keluar dengan membawa sekeranjang ember cucian. Astaghfirullaaah..pantesan lama beeet buk, nah dia malah mencuci disituuh ! Padahal asal kita tahu, orang ngantri kamar mandi ini sambil menahan segala rasa lho. Tega nian sih Buuu !
Saya tegur juga, "Buk.... Ibu tuh kalau mau mencuci yang diluar situ lho Bu... kan sudah ada tempatnya disediakan. Kasihan ini pada pucat saking ngempetnya."
Aah, seandainya saja banyak orang yang lebih peka, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri, mungkin acara mengantri ini bisa jauh lebih menyenangkan.
Tapi kalau begitu di mana seninya bersabar ya... Hehehe... Ya sudahlah, mau diapain lagi ? Orang yang ditegur juga ga peduli.. doi mah cuek ngeloyor pergi aja gitu. Daripada keseel nelangsa sendiri, ya weslah istighfar lagi. Semua sudah ada balasannya dari Allah kok. Sudah pasti kok ini. Yakin dehh. Kalau di tanah suci ini balasan atas perbuatan kita tuh cepet datangnya. 

Hari terakhir melempar, kami berangkat sekitar jam 3.30 pagi. Segera setelah membentuk barisan, rombongan dihitung. 
Sebelumnya tuh, kurang melulu. Wah masih kurang satu orang. Sepertinya masih di toilet. Tunggu dulu. 
Lalu saat orang yang ditunggu datang, ada satu ibu-ibu yang ternyata ingin ke toilet juga. 
Aiih, menunggu lagi deh. 
Sabaar ya Pak Bu ! Jangan kepancing untuk protes dan bilang, "Diiiiih, bukannya dari tadi kek !".
Pokoknya banyakin sabar ya. Jangan dikurangin sabarnya dengan berdalih, kita kan udah capek menunggu. Pokoknya semua yang kejadian sama kita itu sudah ditentukan oleh Allah. Pas persis sampai ke tiap milidetiknya. Jadi jangan lampiaskan ketidakikhlasan kita menerima takdir pada orang lain.
Pernah diceritain pas manasik, ada yang protes karena ga sabar begitu malah dianya yang jadi sakit perut.
Setelah kumplit semua, rombongan pun bergerak menuju jamarat. Di jalan kami sekaligus menunaikan sholat subuh berjamaah di jalanan. Kami sudah berwudhu sejak di kemah, juga membawa tikar plastik untuk alas sajadah. Jadi langsung ikut saja ke dalam jamaah sholat subuh yang sudah ada. Atau membuat barisan sholat berjamaah yang baru kalau sudah tertinggal.
Di sebelah saya berdiri jamaah dari India yang khusyuk sholatnya walaupun jumlahnya tidak banyak.
Ah, pengalaman yang sungguh luarbiasa bisa sholat subuh dibawah langit Mina.
Melontar jam segini ternyata di jamarat tetep ramai juga, tapi alhamdulillah cuacanya masih sejuk. Kami pun bisa menyelesaikan dengan lancar. 
Kembali ke Mina sambil sholawatan dan sempat berfoto di depan terowongan Mina yang maut beberapa tahun sebelumnya. Lalu sesampainya di tenda, apalagi yang dituju kalau bukan antrian makanan. Hehe, perut udah kruyuk kruyuk minta diisi. Ternyata jam 8-an itu banyak yang sudah sarapan dari rombongan kloter lain. Jadi antrian tidak berapa panjang. Alhamdulillah.
Selesai makan, bisa deh leyeh-leyeh sejenak. Ada yang makan snack, tidur-tiduran, merapikan pakaian. Saya bersiap untuk mandi.. tapi sedang mempertimbangkan antrian kamar mandi yang masih panjang, jadi ikutan tidur-tiduran dulu.
Lalu tiba-tiba seorang teman jamaah masuk tenda sambil lompat-lompat, "Alhamdulillaah, kita bakalan balik ke Mekkah nii mbak. Pak pembimbing setuju untuk balik hari ini !!" Suasana langsung heboh.
Ah, senangnyaaa. Jadi semangat deh menuju antrian kamar mandi. 

Kami pun bersiap-siap untuk balik ke Makkah. Setelah menunggu lumayan lama, setelah dzhuhur rombongan kami berbaris dan siap memasuki bis.
Setibanya di hotel ga ada lain yang kami inginkan selain meluruskan badan di ranjang. Beneer.. pengennya sih langsung tidur.
Tapi ga bisa gitu juga. Sholat Ashar dulu lalu beberes peralatan. Berusaha keras untuk terjaga karena sebentar lagi Maghrib.
Pak suami mau Maghrib dan Isya di Masjidil Haram. Saya dan teman sekamar rasanya ga sanggup. Jadi kami sholat di masjid terdekat dengan hotel. Tak lupa mampir sejenak ke toko di dekat hotel untuk membeli deterjen, biskuit dan jus buah. Alhamdulillah, senangnya bisa jajan lagi hihihi..
Keesokan pagi subuh masih sholat di masjid terdekat. Lalu mulai mencuci. Hari itu sepertinya jemuran penuh dan ramai sekali. Pakaian ihram memenuhi jemuran. Sampai dibuat tali jemuran tambahan di depan kamar oleh bapak-bapak.. Ssstt... Kalau pakaian dalam biasanya saya jemurnya di dalam kamar saja. Malu atuh. Aneka renda terpampang nyata. Ih, maluu ah. Di kamar kan pake AC, jemur di balik tempat tidur sehari juga kering kok.
Keuntungan menjemur di Makkah, pakaian cepat kering. Tapi buat ibu-ibu jangan sendirian mengambil jemuran di atap gedung.. harus ditemani. Pokoknya buat wanita harus selalu berhati-hati menjaga diri ya..

Bapak ibu jamaah haji beramai-ramai menjemur di lantai atap gedung sambil memandangi panorama kota Makkah. Suasananya memang tak tergantikan. Lukisan alamnya yang unik karena dikelilingi bukit berbatu, cuacanya yang panas, burung Merpati yang terbang hilir mudik namun alhamdulillah tidak pernah mengotori jemuran pakaian kami. Jam raksasa di Hilton terlihat besar sekali dari sini. Menara Masjidil Haram pun terlihat jelas. Klakson mobil terdengar diselingi teriakan khas bahasa Arab. Ucapan salam dan teguran dari para jamaah haji yang berpapasan menambah khas pagi itu. Terharu rasanya mengingat semuanya. Rasanya saya ingin memasukkan ke dalam memori semua penglihatan, dan suasana yang saya lihat juga aroma kota Makkah saat itu. Karena saat seperti itu akan selalu saya rindukan. Seperti sekarang ini. Rindu Makkah.
Alhamdulillaah, prosesi haji telah selesai dan kami semua bisa kembali dengan lengkap. Bener-bener alhamdulillah ya Allah. Engkau sungguh Maha Rahman dan Rahiim.. karena di beberapa kloter jamaahnya tidak utuh kembali ke Makkah.
Hari itu khusus hari laundry, karena cucian banyak bener. Dan semua orang ingin mencuci. 
Keesokan hari jadual sholat kami akan kembali ke Masjidil Haram lalu ada rencana  berkunjung ke Gua Hira dan ke Jeddah untuk berbelanja.

Gua Hira
Kunjungan ke Gua Hira sekarang ini tidak diperbolehkan lagi, karena pemerintah Saudi khawatir akan adanya praktik pengkultusan di lokasi tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu itu.
Alhamdulillah saat itu kami masih berkesempatan mengunjungi Gua Hira.

Jadual berkunjung ke Gua Hira sengaja dipilih malam hari karena kita akan mendaki gunung. Kebayang kalau siang-siang terik matahari kita naik gunung. Alamak, alangkah menderitanya. 
Kami berangkat jam 9 malam. Sekitar sejam di perjalanan termasuk parkir bis yang rada susah karena lokasinya sempit. Oiya kami menyewa bis khusus untuk rombongan kami. Supirnya orang Suriah yang sering digodain bapak-bapak karena susah senyum.

Sebelum menanjak ke arah Gua, ada beberapa toko souvenir di kaki bukit. Tapi yang besar ada 2 toko. Kami rehat sejenak disitu. Oiya, diatas tidak ada toilet, jadi ini memang pit stopnya. Kalau mau ke toilet ya disini. Beberapa ibu-ibu jamaah ada yang langsung ngacir aja.. Lalu ada yang beli teh panas untuk menghangatkan tubuh. Tapi saya sudah bawa tes panas di termos nih, dan sedang tidak ingin ke toilet....
Saya cuma memperhatikan dagangan saja. Beberapa jamaah membeli tasbih. Tapi karena nanti bakalan turun ke sini lagi, saya pikir belinya nanti sajalah. Too excited buat naik ke atas... rasanya sudah ga sabar menuju Gua Hira.
Segera setelah Pak pembimbing menerangkan jalur pendakian dan kondisi di atas, kami pun mulai mendaki.
Saya berjalan bersama suami. Lalu ada Mbak Yul dan nenek di dekat kami. Nenek berjalan pelan-pelan saja, karena takut lelah. Oiya, ada juga yang ga mau ikutan mendaki, terutama bapak ibu sepuh yang punya gangguan di kakinya. 
Pendakian ke Gua Hira ini pas kami naik sudah dibikinkan undak-undakan tangganya oleh Pemerintah Kota Mekkah. Bukan satu garis lurus sih, tapi berbelok-belok mengikuti punggung bukit. Di beberapa titik ada area melebar untuk orang duduk. Tadinya saya pikir buat apa ya ada orang yang mau duduk-duduk disini. Ternyata itu untuk kita berhenti sejenak mengambil napas. Jarak antar anak tangganya lumayan tinggi. Jadi ga berapa lama mendaki, saya pun mulai ngos-ngosan. Pokoknya saya bolak balik berhenti deh saking lelahnya. Duh Ya Allah, ini padahal malam hari lho.
Di sekitar tangga tampak area Jabal Nur ini penuh dengan bebatuan.
Gersang sekali. Tidak ada pohon besar. Tidak ada tanda kehidupan. Hanya batu, pasir dan udara yang panas. Angin saja tidak ada yang berhembus. 
Terbayang jaman Rasulullah dulu mendaki ke Gua Hira ini bolak balik lalu keluarganya Khadijah dan Fatimah mengantar makanan, betapa kuatnya beliau dan keluarganya ya. Padahal pakaian mereka model jubah dan gamis gitu. Pasti sulit sekali melangkah di bukit pasir dan bebatuan yang miring dan curam begini. Masya Allah.
Dengan sendirinya rombongan terpencar-pencar. Yang kuat bisa dengan sigap dan cepat sampai di atas. Saya yang bolak-balik berhenti ini tentu jadi lama. Beruntung pak suami sabar menemani sambil menyodorkan minuman. Ada rombongan dari Turki atau Mesir yang ikut naik bersama kami. Kelihatannya mereka bakalan gamoang karena orangnya pada tinggi besar, ternyata sama aja. Ga semuanya ringan melangkah. Banyak juga yang berhenti mengambil napas. Ayoo atuh semangaat !!!
Jam 11.30 malam sampai diatas. Nah tadi mulai mendaki jam 10, hitung sendiri deh berapa jam untuk naik kesini. Sesampai di atas kami berdiri di pinggiran railing. Memandangi masjidil Haram dan kota Makkah dari ketinggian. Subhanallah memang indah sekali ya. Lampu-lampu di Masjidil Haram tampak bercahaya terang sekali seperti emas permata menerangi sekitarnya yang gelap gulita. Menara jam pun terlihat spektakuler.
Kota Makkah ini dikelilingi gunung batu. Jadi kalau dilihat dari atas begini seperti terletak di dasar mangkuk.
Dari ketinggian seperti ini, suasananya memang beda.
Riuh rendah kejadian di bawah sana tidak terdengar. Semua tampak kecil dan tidak berarti.
Begini mungkin ya yang Nabi Muhammad rasakan saat melihat Makkah dari ketinggian. Saat itu hatinya gundah dengan banyaknya kemaksiatan yang berlangsung di Makkah. Mengambil jarak begini mungkin untuk menegaskan bahwa Nabi tidak mau ikut serta, namun saat itu tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya. Mau pergi kemana juga ? Keluarga dan kehidupan beliau ada di Makkah.

Di atas sini penerangannya tidak banyak. Cenderung gelap dan remang-remang. Heran juga, kami kira banyak orang, ternyata sepii. Yang ramai cuma di seputar Gua. Disini berjubel sekitar 25-30 orang.
Gua Hira sendiri gua yang kecil saja. Area menuju gua juga kecil. Hanya cukup 2 orang untuk masuk ke dalam Gua. Itu pun harus miring-miring karena sempitnya. Untuk memasukinya kami harus antre. Kami ingin sholat sunnah 2 rakaat di sini. Wudhunya memakai air kemasan yang kami bawa, lalu segera masuk barisan antre. 
Memasuki gua ini rasanya syahdu dan terharu sekali.
Ya Allah disini dulu manusia termulia itu pernah singgah dan berdiam untuk merenung.. Lalu bertemu Malaikat yang juga mulia karena membawa kalam Mu. Masya Allah Subhanallah.
Bapak-bapak menjaga kami biar bisa sholat duluan. Setelahnya, gantian kami menunggu mereka sholat. Kami ga banyak bicara. Hanya terucap lantunan dzikir.. Kalau perjalanan ibadah begini, memang banyak terharunya. Bisa naik kesini aja sudah alhamdulillaah banget. Berjuang bisa masuk ke dalam Gua pun alhamdulillaah. Sulit dan ga mudah untuk bisa naik kesini. Mendaki dan kudu sabar mengantri. Tapi toh bisa.
Bener-bener terharu. 

Jeddah

Sepulang dari Gua Hira jam 2 pagi, lalu siap-siap ke Masjidil Haram. Hari ini jadualnya ke Jeddah untuk membeli oleh-oleh. Segera selesai balik ke hotel, kami sarapan dan bersiap.
Namanya ibu-ibu, selalu senang dengan kata shopping ya, entah kenapa. Di sepanjang perjalanan menuju Jeddah biasanya kami ngobrol, tapi kali ini lebih banyak tidur saking ngantuknya. Bangun-bangun sudah sampai ke Masjid Terapung.
Disana beli bakso yang dijual para TKI. Wah baksonya enak.. Pengen deh beli dua mangkok tapi sudah masuk waktu sholat. Yah, batal. Hehe.
Setelah dari situ mampir ke Resto Garuda di Jeddah. Ini resto khusus masakan Indonesia. Alhamdulillah ada Mbak Ozi yang syukuran berkenaan dengan hari miladnya. Setelahnya kami diberi waktu 2 jam untuk belanja hingga balik ke bus lagi.
Saya beli oleh-oleh buat teman, saudara dan tetangga disini. Harga sajadah dan kerudung lebih murah disini dan variasinya juga lebih banyak. Ada jamaah yang beli karpet juga dan langsung dikirim pakai kargo ke alamat rumah di Jakarta. Daftar belanjaan oleh-oleh kami selesai dengan cepat. Malah untuk keluarga sendiri belum dibelikan. Saya pikir nanti sajalah di Makkah atau Madinah lagi. Selanjutnya kami melipir ke warung makan dan beli bakso lagi. Alhamdulillah, senangnya ketemu bakso.
Jeddah ini ga seberapa ketat untuk masalah pakaian. Banyak wanita yang berjalan sendirian, jilbabnya tidak rapat dan berbicara dengan suara keras. Hal yang ga pernah saya temui di Makkah.
Setelah semuanya berkumpul lagi, kami pun pulang.
Jeddah selesai.
Sebentar lagi Makkah akan segera kami tinggalkan.
Lalu kami akan menuju Madinah.
Bingung, harus senang atau sedih ya.. rasanya bener-bener campur aduk. Perlahan-lahan semuanya selesai.


Setelah pelemparan hari kedua yang penuh drama, dengan badan yang rasanya udah rontok jadi serpihan, kami disadarkan pak pembimbing bahwa besok masih ada jadual pelemparan lagi.
Ah, ayoo... harus tetap semangatttt !! Namanya juga prosesi ibadah yang harus dilalui. Jadi walaupun lelah bukan main, ya tetep harus dihadapi. Tapi pak pembimbing bilang ini bisa lebih santai karena bagian yang beratnya sudah kami lewati. Alhamdulillah, syukurlah..

Suasana di Tenda Mina ini lumayan lah untuk sebuah acara kemping raksasa. Salut untuk pihak Muassasah yang bekerja keras melayani jutaan jemaah haji. Baik dari segi makanan, minuman, buah-buahan, bahkan kerupuk juga ada. Untuk rasanya yaah.. hanya makanan di tanah Indonesia yang bumbunya full. Kalau di sini ya sekedarnya saja. Sudah lumayan kok. Buat yang sedang diet mengurangi garam, makan disini pasti cocok. Intinya mah, paksain untuk makan karena kita butuh tenaga bangeet nget nget ya Bapak Ibu. Jaman kami di luar perkemahan ada yang jualan makanan dan minuman walaupun macamnya enggak banyak. Akhirnya ya balik lagi membongkar persediaan bekal pribadi atauu milik teman. Hehehe.. Untuk urusan kamar mandi, Toiletnya lumayan banyak, lebih banyak jumlahnya daripada di Arafah. Tapi penggunanya juga lebih banyak. Jadi ya ga usah panik kalau mengantri yah. Perlu strategi khusus untuk menggunakan toilet. Biasanya saya mandi jam 3 pagi dan jam 2 siang. Pokoknya bukan jam pada umumnya orang mandi. Kalau lagi kebelet gimana, ya banyak-banyak berdoa aja yaah..
Memang untuk jamaah kita dari Indonesia ini perlu lebih mengasah kepekaan untuk menjaga kebersihan, tenggang rasa dan tolong menolong. Harusnya hal seperti ini sudah jadi karakter yang menembus tulang bangsa kita, bukan sekedar ramah, banyak senyum saja.. tapi nyatanya ga pedulian sama kebersihan dan pada orang lain. Duh gimana yaa.. rada nyebelin memang.
Terus terang saya prihatin banget sama sampah yang berserakan. Sampah ada dimana-mana dan cepat sekali menggunung. Di lorong antar tenda, di dalam toilet, juga sampah akibat kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Sepertinya orang kita selalu kesulitan mengukur kapasitas kebutuhan perut sendiri dengan keinginan emosi semata. 
Melihat sebelahnya ambil nasi banyak, eh jadi terpancing ambil lebih banyak lagi. Padahal mubazir itu adalah temannya set.... Udah pada tahu kaan ?!

Orang kita rupanya gampang terpengaruh orang lain.. Melihat orang seenaknya buang sampah, eh dia pun ikutan. Dalam hatinya mikir, lhah..wong bapak itu juga buang sampah disitu kok.. ga diapa-apain sama petugas. Hadeeh, emang susyah mengubah kebiasaan buruk yah. Mudah-mudahan anak TK sekarang yang sudah diajarin buang sampah yang baik, ga lupa lagi kalau ntar besarnya pergi haji.
Rasanya himbauan saja ga akan mengubah hal semacam ini, harusnya sih ada hukuman untuk yang membuang sampah sembarangan. Kena denda atau dam lagi mungkin. Entahlah, mudah-mudahan pihak pengurusan Haji akan lebih perhatian untuk masalah sampah ini. Soalnya ini ga cocok dengan kalimat kebersihan adalah sebagian dari iman. 
Sehingga kebiasaan tertib menjaga kebersihan selama 40 hari berhaji ini mudah-mudahan ada bekasnya saat pulang nanti.

Mungkin karena sedari kecil ayah saya cukup galak membiasakan kami anak-anaknya menjaga kebersihan, jadi sejak kanak-kanak sudah terbiasa tertib. Terus terang saya lumayan terganggu dengan sampah dan bau ini. Tapi saya berusaha tidak tercetus keluar dari mulut. Istighfar saja banyak-banyak. Walau bagaimana, mereka kan tidak mengalami pembelajaran masa kecil yang sama dengan saya.
Oh ada sih saya ga tahan akhirnya menegur orang juga.
Tapi bukan tentang sampah. Ini pas antri mandi.
Setiap mau mandi antriannya selalu panjang. Pernah suatu ketika, luamaaa banget nunggu toiletnya. Ini sudah ada jalur antriannya, jadi sulit kalau kita mau pindah ke jalur yang lebih cepat, kecuali sudah terbiasa menyerobot dan dimaki orang. Setelah akhirnya pintu terbuka ternyataaa... ibu yang di dalam keluar dengan membawa sekeranjang ember cucian. Astaghfirullaaah..pantesan lama beeet buk, nah dia malah mencuci disituuh ! Padahal asal kita tahu, orang ngantri kamar mandi ini sambil menahan segala rasa lho. Tega nian sih Buuu !
Saya tegur juga, "Buk.... Ibu tuh kalau mau mencuci yang diluar situ lho Bu... kan sudah ada tempatnya disediakan. Kasihan ini pada pucat saking ngempetnya."
Aah, seandainya saja banyak orang yang lebih peka, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri, mungkin acara mengantri ini bisa jauh lebih menyenangkan.
Tapi kalau begitu di mana seninya bersabar ya... Hehehe... Ya sudahlah, mau diapain lagi ? Orang yang ditegur juga ga peduli.. doi mah cuek ngeloyor pergi aja gitu. Daripada keseel nelangsa sendiri, ya weslah istighfar lagi. Semua sudah ada balasannya dari Allah kok. Sudah pasti kok ini. Yakin dehh. Kalau di tanah suci ini balasan atas perbuatan kita tuh cepet datangnya. 

Hari terakhir melempar, kami berangkat sekitar jam 3.30 pagi. Segera setelah membentuk barisan, rombongan dihitung. 
Sebelumnya tuh, kurang melulu. Wah masih kurang satu orang. Sepertinya masih di toilet. Tunggu dulu. 
Lalu saat orang yang ditunggu datang, ada satu ibu-ibu yang ternyata ingin ke toilet juga. 
Aiih, menunggu lagi deh. 
Sabaar ya Pak Bu ! Jangan kepancing untuk protes dan bilang, "Diiiiih, bukannya dari tadi kek !".
Pokoknya banyakin sabar ya. Jangan dikurangin sabarnya dengan berdalih, kita kan udah capek menunggu. Pokoknya semua yang kejadian sama kita itu sudah ditentukan oleh Allah. Pas persis sampai ke tiap milidetiknya. Jadi jangan lampiaskan ketidakikhlasan kita menerima takdir pada orang lain.
Pernah diceritain pas manasik, ada yang protes karena ga sabar begitu malah dianya yang jadi sakit perut.
Setelah kumplit semua, rombongan pun bergerak menuju jamarat. Di jalan kami sekaligus menunaikan sholat subuh berjamaah di jalanan. Kami sudah berwudhu sejak di kemah, juga membawa tikar plastik untuk alas sajadah. Jadi langsung ikut saja ke dalam jamaah sholat subuh yang sudah ada. Atau membuat barisan sholat berjamaah yang baru kalau sudah tertinggal.
Di sebelah saya berdiri jamaah dari India yang khusyuk sholatnya walaupun jumlahnya tidak banyak.
Ah, pengalaman yang sungguh luarbiasa bisa sholat subuh dibawah langit Mina.
Melontar jam segini ternyata di jamarat tetep ramai juga, tapi alhamdulillah cuacanya masih sejuk. Kami pun bisa menyelesaikan dengan lancar. 
Kembali ke Mina sambil sholawatan dan sempat berfoto di depan terowongan Mina yang maut beberapa tahun sebelumnya. Lalu sesampainya di tenda, apalagi yang dituju kalau bukan antrian makanan. Hehe, perut udah kruyuk kruyuk minta diisi. Ternyata jam 8-an itu banyak yang sudah sarapan dari rombongan kloter lain. Jadi antrian tidak berapa panjang. Alhamdulillah.
Selesai makan, bisa deh leyeh-leyeh sejenak. Ada yang makan snack, tidur-tiduran, merapikan pakaian. Saya bersiap untuk mandi.. tapi sedang mempertimbangkan antrian kamar mandi yang masih panjang, jadi ikutan tidur-tiduran dulu.
Lalu tiba-tiba seorang teman jamaah masuk tenda sambil lompat-lompat, "Alhamdulillaah, kita bakalan balik ke Mekkah nii mbak. Pak pembimbing setuju untuk balik hari ini !!" Suasana langsung heboh.
Ah, senangnyaaa. Jadi semangat deh menuju antrian kamar mandi. 

Kami pun bersiap-siap untuk balik ke Makkah. Setelah menunggu lumayan lama, setelah dzhuhur rombongan kami berbaris dan siap memasuki bis.
Setibanya di hotel ga ada lain yang kami inginkan selain meluruskan badan di ranjang. Beneer.. pengennya sih langsung tidur.
Tapi ga bisa gitu juga. Sholat Ashar dulu lalu beberes peralatan. Berusaha keras untuk terjaga karena sebentar lagi Maghrib.
Pak suami mau Maghrib dan Isya di Masjidil Haram. Saya dan teman sekamar rasanya ga sanggup. Jadi kami sholat di masjid terdekat dengan hotel. Tak lupa mampir sejenak ke toko di dekat hotel untuk membeli deterjen, biskuit dan jus buah. Alhamdulillah, senangnya bisa jajan lagi hihihi..
Keesokan pagi subuh masih sholat di masjid terdekat. Lalu mulai mencuci. Hari itu sepertinya jemuran penuh dan ramai sekali. Pakaian ihram memenuhi jemuran. Sampai dibuat tali jemuran tambahan di depan kamar oleh bapak-bapak.. Ssstt... Kalau pakaian dalam biasanya saya jemurnya di dalam kamar saja. Malu atuh. Aneka renda terpampang nyata. Ih, maluu ah. Di kamar kan pake AC, jemur di balik tempat tidur sehari juga kering kok.
Keuntungan menjemur di Makkah, pakaian cepat kering. Tapi buat ibu-ibu jangan sendirian mengambil jemuran di atap gedung.. harus ditemani. Pokoknya buat wanita harus selalu berhati-hati menjaga diri ya..

Bapak ibu jamaah haji beramai-ramai menjemur di lantai atap gedung sambil memandangi panorama kota Makkah. Suasananya memang tak tergantikan. Lukisan alamnya yang unik karena dikelilingi bukit berbatu, cuacanya yang panas, burung Merpati yang terbang hilir mudik namun alhamdulillah tidak pernah mengotori jemuran pakaian kami. Jam raksasa di Hilton terlihat besar sekali dari sini. Menara Masjidil Haram pun terlihat jelas. Klakson mobil terdengar diselingi teriakan khas bahasa Arab. Ucapan salam dan teguran dari para jamaah haji yang berpapasan menambah khas pagi itu. Terharu rasanya mengingat semuanya. Rasanya saya ingin memasukkan ke dalam memori semua penglihatan, dan suasana yang saya lihat juga aroma kota Makkah saat itu. Karena saat seperti itu akan selalu saya rindukan. Seperti sekarang ini. Rindu Makkah.
Alhamdulillaah, prosesi haji telah selesai dan kami semua bisa kembali dengan lengkap. Bener-bener alhamdulillah ya Allah. Engkau sungguh Maha Rahman dan Rahiim.. karena di beberapa kloter jamaahnya tidak utuh kembali ke Makkah.
Hari itu khusus hari laundry, karena cucian banyak bener. Dan semua orang ingin mencuci. 
Keesokan hari jadual sholat kami akan kembali ke Masjidil Haram lalu ada rencana  berkunjung ke Gua Hira dan ke Jeddah untuk berbelanja.

Gua Hira
Kunjungan ke Gua Hira sekarang ini tidak diperbolehkan lagi, karena pemerintah Saudi khawatir akan adanya praktik pengkultusan di lokasi tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu itu.
Alhamdulillah saat itu kami masih berkesempatan mengunjungi Gua Hira.

Jadual berkunjung ke Gua Hira sengaja dipilih malam hari karena kita akan mendaki gunung. Kebayang kalau siang-siang terik matahari kita naik gunung. Alamak, alangkah menderitanya. 
Kami berangkat jam 9 malam. Sekitar sejam di perjalanan termasuk parkir bis yang rada susah karena lokasinya sempit. Oiya kami menyewa bis khusus untuk rombongan kami. Supirnya orang Suriah yang sering digodain bapak-bapak karena susah senyum.

Sebelum menanjak ke arah Gua, ada beberapa toko souvenir di kaki bukit. Tapi yang besar ada 2 toko. Kami rehat sejenak disitu. Oiya, diatas tidak ada toilet, jadi ini memang pit stopnya. Kalau mau ke toilet ya disini. Beberapa ibu-ibu jamaah ada yang langsung ngacir aja.. Lalu ada yang beli teh panas untuk menghangatkan tubuh. Tapi saya sudah bawa tes panas di termos nih, dan sedang tidak ingin ke toilet....
Saya cuma memperhatikan dagangan saja. Beberapa jamaah membeli tasbih. Tapi karena nanti bakalan turun ke sini lagi, saya pikir belinya nanti sajalah. Too excited buat naik ke atas... rasanya sudah ga sabar menuju Gua Hira.
Segera setelah Pak pembimbing menerangkan jalur pendakian dan kondisi di atas, kami pun mulai mendaki.
Saya berjalan bersama suami. Lalu ada Mbak Yul dan nenek di dekat kami. Nenek berjalan pelan-pelan saja, karena takut lelah. Oiya, ada juga yang ga mau ikutan mendaki, terutama bapak ibu sepuh yang punya gangguan di kakinya. 
Pendakian ke Gua Hira ini pas kami naik sudah dibikinkan undak-undakan tangganya oleh Pemerintah Kota Mekkah. Bukan satu garis lurus sih, tapi berbelok-belok mengikuti punggung bukit. Di beberapa titik ada area melebar untuk orang duduk. Tadinya saya pikir buat apa ya ada orang yang mau duduk-duduk disini. Ternyata itu untuk kita berhenti sejenak mengambil napas. Jarak antar anak tangganya lumayan tinggi. Jadi ga berapa lama mendaki, saya pun mulai ngos-ngosan. Pokoknya saya bolak balik berhenti deh saking lelahnya. Duh Ya Allah, ini padahal malam hari lho.
Di sekitar tangga tampak area Jabal Nur ini penuh dengan bebatuan.
Gersang sekali. Tidak ada pohon besar. Tidak ada tanda kehidupan. Hanya batu, pasir dan udara yang panas. Angin saja tidak ada yang berhembus. 
Terbayang jaman Rasulullah dulu mendaki ke Gua Hira ini bolak balik lalu keluarganya Khadijah dan Fatimah mengantar makanan, betapa kuatnya beliau dan keluarganya ya. Padahal pakaian mereka model jubah dan gamis gitu. Pasti sulit sekali melangkah di bukit pasir dan bebatuan yang miring dan curam begini. Masya Allah.
Dengan sendirinya rombongan terpencar-pencar. Yang kuat bisa dengan sigap dan cepat sampai di atas. Saya yang bolak-balik berhenti ini tentu jadi lama. Beruntung pak suami sabar menemani sambil menyodorkan minuman. Ada rombongan dari Turki atau Mesir yang ikut naik bersama kami. Kelihatannya mereka bakalan gamoang karena orangnya pada tinggi besar, ternyata sama aja. Ga semuanya ringan melangkah. Banyak juga yang berhenti mengambil napas. Ayoo atuh semangaat !!!
Jam 11.30 malam sampai diatas. Nah tadi mulai mendaki jam 10, hitung sendiri deh berapa jam untuk naik kesini. Sesampai di atas kami berdiri di pinggiran railing. Memandangi masjidil Haram dan kota Makkah dari ketinggian. Subhanallah memang indah sekali ya. Lampu-lampu di Masjidil Haram tampak bercahaya terang sekali seperti emas permata menerangi sekitarnya yang gelap gulita. Menara jam pun terlihat spektakuler.
Kota Makkah ini dikelilingi gunung batu. Jadi kalau dilihat dari atas begini seperti terletak di dasar mangkuk.
Dari ketinggian seperti ini, suasananya memang beda.
Riuh rendah kejadian di bawah sana tidak terdengar. Semua tampak kecil dan tidak berarti.
Begini mungkin ya yang Nabi Muhammad rasakan saat melihat Makkah dari ketinggian. Saat itu hatinya gundah dengan banyaknya kemaksiatan yang berlangsung di Makkah. Mengambil jarak begini mungkin untuk menegaskan bahwa Nabi tidak mau ikut serta, namun saat itu tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya. Mau pergi kemana juga ? Keluarga dan kehidupan beliau ada di Makkah.

Di atas sini penerangannya tidak banyak. Cenderung gelap dan remang-remang. Heran juga, kami kira banyak orang, ternyata sepii. Yang ramai cuma di seputar Gua. Disini berjubel sekitar 25-30 orang.
Gua Hira sendiri gua yang kecil saja. Area menuju gua juga kecil. Hanya cukup 2 orang untuk masuk ke dalam Gua. Itu pun harus miring-miring karena sempitnya. Untuk memasukinya kami harus antre. Kami ingin sholat sunnah 2 rakaat di sini. Wudhunya memakai air kemasan yang kami bawa, lalu segera masuk barisan antre. 
Memasuki gua ini rasanya syahdu dan terharu sekali.
Ya Allah disini dulu manusia termulia itu pernah singgah dan berdiam untuk merenung.. Lalu bertemu Malaikat yang juga mulia karena membawa kalam Mu. Masya Allah Subhanallah.
Bapak-bapak menjaga kami biar bisa sholat duluan. Setelahnya, gantian kami menunggu mereka sholat. Kami ga banyak bicara. Hanya terucap lantunan dzikir.. Kalau perjalanan ibadah begini, memang banyak terharunya. Bisa naik kesini aja sudah alhamdulillaah banget. Berjuang bisa masuk ke dalam Gua pun alhamdulillaah. Sulit dan ga mudah untuk bisa naik kesini. Mendaki dan kudu sabar mengantri. Tapi toh bisa.
Bener-bener terharu. 

Jeddah

Sepulang dari Gua Hira jam 2 pagi, lalu siap-siap ke Masjidil Haram. Hari ini jadualnya ke Jeddah untuk membeli oleh-oleh. Segera selesai balik ke hotel, kami sarapan dan bersiap.
Namanya ibu-ibu, selalu senang dengan kata shopping ya, entah kenapa. Di sepanjang perjalanan menuju Jeddah biasanya kami ngobrol, tapi kali ini lebih banyak tidur saking ngantuknya. Bangun-bangun sudah sampai ke Masjid Terapung.
Disana beli bakso yang dijual para TKI. Wah baksonya enak.. Pengen deh beli dua mangkok tapi sudah masuk waktu sholat. Yah, batal. Hehe.
Setelah dari situ mampir ke Resto Garuda di Jeddah. Ini resto khusus masakan Indonesia. Alhamdulillah ada Mbak Ozi yang syukuran berkenaan dengan hari miladnya. Setelahnya kami diberi waktu 2 jam untuk belanja hingga balik ke bus lagi.
Saya beli oleh-oleh buat teman, saudara dan tetangga disini. Harga sajadah dan kerudung lebih murah disini dan variasinya juga lebih banyak. Ada jamaah yang beli karpet juga dan langsung dikirim pakai kargo ke alamat rumah di Jakarta. Daftar belanjaan oleh-oleh kami selesai dengan cepat. Malah untuk keluarga sendiri belum dibelikan. Saya pikir nanti sajalah di Makkah atau Madinah lagi. Selanjutnya kami melipir ke warung makan dan beli bakso lagi. Alhamdulillah, senangnya ketemu bakso.
Jeddah ini ga seberapa ketat untuk masalah pakaian. Banyak wanita yang berjalan sendirian, jilbabnya tidak rapat dan berbicara dengan suara keras. Hal yang ga pernah saya temui di Makkah.
Setelah semuanya berkumpul lagi, kami pun pulang.
Jeddah selesai.
Sebentar lagi Makkah akan segera kami tinggalkan.
Lalu kami akan menuju Madinah.
Bingung, harus senang atau sedih ya.. 
Rasanya bener-bener campur aduk. 
Perlahan-lahan semuanya selesai.


Kenangan di pelataran Gua Hira, sambil menunggu para Bapak yang masih sholat sunnah di dalam Gua.

Klik di bawah ini untuk sambungannya ya.

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 11

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum wrwb.

Jumat, Maret 16, 2018

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 9 - Melempar Jumrah Yang Penuh Perjuangan

Prosesi melempar jumrah hari pertama kemarin memang sangat berkesan. Bagaimana kami berhasil bertahan berjalan pulang pergi sejauh 6 km, belum lagi kelelahan sejak menunggu bis dari tadi malam. Namun alhamdulillah bisa diselesaikan juga.. 
Itu saja rasanya udah setengah mati. Malam hari selesai sholat Isya berjamaah dan makan, acara diisi dengan tausiah singkat oleh pak pembimbing, dzikir bersama dan membahas rencana untuk pelemparan kedua.

Hari kedua prosesi pelemparan jumrah, kami pikir rasanya akan lebih mudah.
Sepertinya sih lebih pede ya... Hmm, padahal ternyata hari ini adalah hari yang super beraaaat.. Gimana ceritanya ? Monggo, baca aja selanjutnya ya..
_____________________

Pagi buta, jam 2 pagi semua sudah dibangunkan untuk mulai bersiap. Yang ke toilet harus segera mengantri untuk mandi dan bebersih, untungnya masih sepi. Masih sempat sholat malam dan makan roti juga minum teh hangat.
Lalu kami berbaris rapi dan berangkat menuju Masjidil Haram untuk Thawaf. Lagi-lagi kami kesulitan mendapat kendaraan, akhirnya setelah berjalan sekitar 1 km agak menjauhi lokasi tenda Mina, dapat juga bis yang cukup untuk dimasuki kami serombongan. Gapapa deh rada sesempitan bareng dengan jamaah dari Pakistan. Alhamdulillah bisnya ber AC.
Memasuki jalanan kota Makkah, mulai macet dan tersendat-sendat.
Mulai khawatir, ...duuh bisa dapat Subuh di Masjidil Haram ga ya ?
Berdoa dan dzikir yang banyak biar ga khawatir melulu, dan semoga Allah mudahkan.
Kami melewati hotel tempat menginap di Mekkah... Rombongan jadi ribut, ooh rindunya sama kamar, kasur dan bantal. "Kapan kita balik kesini ya Pak ?" beberapa teman bertanya ke Pak Pembimbing. Selama ini di tenda cuma tidur di karpet dan beralas mukena yang dilipat-lipat.. Begitu deh yaa..jadi manyun..
Walaupun kamar di hotel Mekkah ga senyaman kamar di rumah, tetap saja setelah ditempa tidur seadanya di perkemahan Arafah dan Mina jadi hal yang paling dirindukan saat ini...mulai deh lebay ..

Setibanya di dekat jalan yang menuju pinggiran pelataran Masjidil Haram, kami harus berjalan kaki lagi karena bis sudah tidak boleh mendekat. Alhamdulillah, mendekati waktu Subuh, alur manusia membanjiri Masjidil Haram, dan kami salah satunya.
Karena ramai, akhirnya rombongan berpencar untuk mencari tempat. Kami janjian untuk bertemu lagi di area selesai Sai. Alhamdulillaah, saya dapat tempat di lantai dua dekat area Sa'i bersama ibu-ibu satu rombongan kami. Suasana disini sangat syahdu. Pilar-pilar Masjidil Haram melengkung besar-besar, menjadi bingkai suasana pagi. Langit malam mulai bergaris memerah menyambut adzan diantara suara burung yang bersahutan mengiringi pagi. Beruntung juga, pak suami tak jauh dari situ ada di barisan para pria. Setidaknya hati jadi tenang.

Selesai sholat subuh kami mulai prosesi Thawaf Ifadah untuk tanda tuntas selesainya ibadah haji. Wah kebayang ga, jutaan manusia beniatan yang sama. Masjidil Haram penuuuh sesak. Melongok dari atas, rasanya tidak mungkin thawaf di sekeliling Kakbah, karena di bawah sepertinya gerakan thawaf melambat saking padatnya orang. Masya Allah.. 
Akhirnya kami memutuskan berthawaf di lantai dua. Tentu saja dengan resiko jaraknya jadi lebih jauh. Tapi setidaknya bisa bernapas dengan lebih lega. 
Paksu segera menggandeng saya, supaya saya bisa mengikuti langkah kakinya yang panjang-panjang. Segera saja lantai dua pun menjadi penuh sesak. Jamaah dari Afrika rasanya tidak berjalan, mereka thawaf dengan setengah berlari, saking kencangnya bergerak. Sempat berpapasan juga dengan jamaah dari Inggris. Lucu ya, jadi ketahuan asal negaranya karena ada bordir lambang bendera mereka di jilbabnya. Mereka yang dari Eropa ini berjalan dengan anggun tidak terburu-buru.
Kami larut dalam dzikir dan doa. Entahlah, setiap berthawaf rasanya selalu terharu.. namun kali ini di tengah ramainya orang, konsentrasi juga dipasang supaya ga bertabrakan. Saya kadang kalau sudah oening saking umpel-umpelan begini jadi ga menghitung sudah berapa putaran. Alhamdulillah, beruntungnya punya suami yang selalu teliti. Saya sempat berhenti di putaran ke 6, tapi ditarik lagi sama Paksu... karena menurut beliau kurang satu lagi...yaaah kirain udahan. 
Lanjut ke area Sa'i.. Sama penuhnya. Bahkan jamaah dari Turki membentuk barisan pria di luar untuk melindungi jamaah wanitanya di sebelah dalam. Jamaah dari China pun sangat ulet mencari jalan. Barisan mereka tak bisa dipotong.
Alhamdulillaah selesai sa'i dan memotong beberapa helai rambut. Masih sempat sholat sunnah mutlak dan duduk menunggu teman serombongan. Lalu kami rehat sambil minum sebentar untuk mengisi tenaga.
Ya Allah, tak terasa satu demi satu prosesi Haji selesai. Menitik air mata saya, teringat betapa panjang proses yang kami lalui hingga sampai kesini, perjuangan mengumpulkan uang, menabung untuk melunasi, dan bersabar melewati setiap tahapan. Sedikit teringat si bayi dan anak-anak, sedang apa ya mereka saat ini.. airmata pun menetes. Saya segera minum dan mengunyah permen... biar ga terlalu teringat mereka. Air Susu saya sudah berhenti sejak kami berangkat menuju Armina. Mbak Yan bilang saya sekarang tambah kurus. Iya kah ? Saya ga memperhatikan.

Selesai Sa'i telah berkumpul beberapa orang dan kami menunggu cukup lama, padahal janjinya rombongan akan segera bergerak menuju Mina lagi untuk melempar. Acara tunggu menunggu ini betul-betul menguras tenaga. Kelelahan yang sudah terkumpul selama berhari-hari dan rasa lapar membuat emosi mulai tersulut. Inilah dia ujiannya datang lagi.
Beberapa orang mulai ga yakin sama ketua regu.
"Tadi bilangnya janjian dimana sih, apa ga salah nih.... kenapa yang lain belum muncul?" 
"Pak pembimbing kemana ini, coba ditelpon!" Dan telponnya ga menyahut.
Setelah 1 jam menunggu, kami memutuskan berjalan keluar dari area sa'i menuju pelataran di bawahnya. Masjidil Haram ini begitu luas, sangat sulit kita bertemu seseorang secara ga sengaja kecuali sudah janjian atau sudah kehendak Allah.
Di pelataran belakang yang luas ini mata jadi silau karena suhunya yang panas luarbiasa, waktu itu sekitar jam 10an, ada timbunan geragal di kanan kiri, gersang dan kotor. Berantakan banget lah...
Ada dua-tiga orang yang mulai meninggikan suara, masing-masing melontarkan ide dan bantahan tentang kita harus kemana setelah ini tanpa Pak Pembimbing. Saya sebenernya mulai kepancing emosi juga. Alhamdulillaaah banget, sebelum buka mulut saya sempat melirik ke Paksu. Beliau mengerti saya mau apa dan langsung menajamkan matanya sambil menggelengkan kepala. Tanda mau bilang, udah jangan ikut-ikut! Okeeee, baiklah Pak.

Saya melihat di samping kami ada bangunan bertingkat yang kosong di sebelah kiri dan ada kolong luas dibawahnya. Saya ajak nenek kesitu untuk berteduh. Yang mau berdebat dan bertengkar monggo... kami ntar ngikut gimana hasilnya aja. Wong kita sama-sama buta lokasi, mbok ya dibawa dzikir aja.. Bener kan Pak Bu ? Bertengkar itu ga menyelesaikan masalah. Yang ada malah jadi bete satu sama lain nantinya.
Lumayan nih bisa ngadem sebentar dan minum. Paksu dan beberapa orang mulai melipir mengikuti kami berteduh.
Cuaca panas memang cenderung bikin saya sakit kepala kalau sudah dehidrasi. Makanya harus banyak minum. Dan inilah salah satu kebodohan kami. Lupa membawa tempat minum besar yang dibeli sejak di Asrama Haji Pondok Gede. Padahal perjalanan masih jauh... heuhuhu...

Setelah menunggu lumayan lama dan berusaha telpan telpon, tiba-tiba Pak Pembimbing muncul dari kejauhan dengan membawa dua tentengan besar makanan. Saya lupa, seingat saya itu dari resto AlBaik. Rupanya tempat makan penuh diserbu orang, jadi beliau juga baru selesai membeli dan berputar-putar dulu mencari kami. 
Alhamdulillaah ketemu juga ya, kalau nggak entah sampai kapan acara menunggunya ini.

Karena cuaca panas, kami mau balik ke kemah Mina lagi, lalu baru melempar pada sore harinya. So, akhirnya rombongan pun bergerak lagi. Kali ini ga ada bis yang lewat, akhirnya kami sewa mobil angkutan penumpang yg cukup besar, diatas kapnya pun bisa dinaiki orang. Ibu-ibu disuruh naik duluan. Penumpang didalam ternyata sudah banyak .. jadi bapak-bapak sebagian naik ke atas mobil.

Rupanya setelah beberapa waktu, yang diatas jadi sangat kepanasan. Bapak-bapak berteriak minta sajadah buat menutupi kepala biar ga pusing. Ibu-ibu mengulurkan sajadah buat suami-suaminya. Saya pun ikutan mengulurkan sajadah ke atas buat suami saya.
"Pak, tolong ini sajadah juga buat suami saya ya."
Setelah beberapa lama, sajadahnya kembali ke saya. Ha, kok bisa ?
"Gak ada Pak Freddy diatas Bu", kata orang dari atas mobil.
Lho, terus mana suami saya ya ? Kepala saya berputar-putar ke seluruh penjuru mobil, ga menemukan suami saya.
Aduuh, jangan-jangan suamiku ketinggalan tadi. Saya mulai gelisah.
Satu persatu penumpang di absen. Di atas dipastikan ga ada. Di dalam mobil ga ada juga.. 
Bapak-bapak heboh sendiri, "Lho perasaan tadi Pak Freddy naik juga di sebelah saya kok."
Saya pasrah hanya bisa berdoa, semoga paksu bisa menyusul juga. Akhirnya teriakan bapak-bapak yang heboh membicarakan suamiku tertinggal itu terdengar oleh orang yang gelantungan di pintu mobil.
"Ada apa nyari saya ? Saya disini Pak !", orang-orang jadi tertawa.
Ternyata suamiku berdiri gelantungan di pinggir pintu. Suara diluar sangat berisik jadi beliau ga begitu dengar pembicaraan yang berlangsung didalam. Ealaah Pak Pak... 

Mobil berhenti di area yang macet ga bisa jalan lagi. Pak Pembimbing memutuskan untuk turun dan berjalan kaki. Padahal masih jauh banget ini. Di situ ada Mal besar Bin Dawood. Pak Pembimbing masuk ke dalam Mal. Duuuh senengnya, adem banget. Lumayan lah untuk mengusir rasa panas di luar.
Wah, kami sudah seneng, mikirnya asyiiik.... bakalan dibelikan minuman dingin atau es krim nih disini.
Ternyata Pak Pembimbing cuma mau cari jalan pintas. Setelah berbelok-belok di dalam mal, akhirnya kami keluar lagi lewat pintu keluar sebelah belakang.
Jiaaaaah, kirain bakal duduk di Pujasera atau apa.
Ngenes sendiri ngelihat deretan penjual minuman.
Sesampai diluar mal, Pak pembimbing menawarkan untuk berteduh sambil makan dulu. Kan sedari pagi kami belum makan.
Tapi mau duduk berteduh dimana... jalanan penuuh sama orang dan aneka jualan.
Tapi beberapa orang sudah tak sanggup berjalan karena lemes kelaparan.
Akhirnya kami duduk menggelar alas plastik yang memang dibawa dari Mina dan duduk... dimana hayo.... di samping tumpukan sampah. Ada aneka sampah dan lalat beterbangan.
Ini satu-satunya tempat yang rada kosong dan cukup teduh. 
Ini bener-bener deh satu hal yang ga mungkin kita lakukan kalau di Jakarta. Boro-boro deh !!
Tapi disini, sudah ga mikir lagi saking lapar dan lemasnya. Ini aja sudah alhamdulillaaah banget. Apa yang mau disombongkan coba. Kalau sudah kepepet, kudu bisa .. Tangan hanya dibersihkan pakai tissue basah dan sedikit air minum. Lalu kami makan dengan lahap. Sambil ketawa ketiwi karena tadinya tuh ya langsung duduk aja, setelah makanan mau habis baru nyadar...eh samping kita ini sampah lho ternyata.... hahaha..

Di sekitar situ ada para mantan tki yang berjualan makanan. Ada bakso, ada telor rebus, mie instan. Pak pembimbing kasihan melihat mereka, akhirnya telor rebusnya diborong semua ada sekiloan telur kayaknya.
Kita mikirnya, duuh buat apa nih telor rebus segambreng.. Kan kita masih pada kenyang.. Tapi yah kali aja nanti ada yang mau buat makan malam.

Perjalanan dilanjutkan.
Karena memang ga ada kendaraan, jadinya kami jalan kaki deh.
Tadinya kan niatnya mau balik ke tenda di Mina. Tapi ini jalannya mengarah ke Jamarat. Akhirnya diputuskan langsung ke jamarat saja karena sudah lebih dekat ketimbang ke Mina, nanti dari sini baru balik ke Mina. Padahal ya masih 4 km lagi lhoo !
Yuhuu.. saya ikhlas berjalan jauh begini. Tapi kesian juga kalau melihat jamaah yang sudah berumur. Jalannya mulai terseok-seok. Jalanan aspalnya pun panas banget. Memantul-mantul bikin silau dan suhunya yah... ga usah ditanya lagi deh.. Semoga Allah menguatkan.
Saya dan suami juga beberapa orang ga bawa kerikil tertinggal di Mina. Kami melipir ke tanah di sekitar jalanan situ untuk mencari batu kerikil. 
Walaupun sudah dirundingkan kita akan melempar jumrah lagi, tetep ada yang ga mendengarkan. Ga usah heran, rasa panas dan kelelahan kadang bikin kita jadi ga konsen.
Apalagi saat berjalan, kecepatan jalan tiap orang kan ga sama. Ada pasangan muda yang langkahnya panjang-panjang. Jadinya jalannya udah jauh di depan. Ngeduluin nih yee...hahaha.
Tapi saat akan berbelok ke jamarat, lha kok mereka malah ke arah Mina. Duh dipanggil-panggil, lalu diteriakin ga dengar juga. Akhirnya ada satu orang bapak-bapak yang lari untuk menyusul mereka dan balik lagi ke rombongan kita. Luarbiasa ! 
Moga-moga mereka bawa kerikil yah, kalau ternyata ga bawa dan ga ikutan nyari pas tadi di jalan... ya ga tahu lagi deh. 

Kami memasuki gedung jamarat ini siang hari jam 2 an. Aslinya kalau siang begini, jatahnya jamaah dari Eropa, Arab dan Afrika untuk melempar. Karena fisik mereka lebih besar jadi dianggap lebih tahan cuaca. Kalau kita yang Asia biasanya waktu melempar setelah Ashar hingga malam.
Tapiii, saat siang hari adalah waktu afdhol melempar. Seperti saat dulu Nabiyullah Ibrahim melakukannya.
Jadinya area menuju gedung jamarat penuuh dobel sesak, aneka ras bangsa di dunia ada disini. Ya Allah, entahlah gimana caranya biar bisa jalan dan masuk ke dalam. Beberapa jamaah yang sepuh sudah ga sanggup berjalan lagi. Akhirnya melemparnya diwakilkan. Mereka diminta beristirahat di dekat area toilet.
Dzikir, dzikir, dzikir... jangan kebanyakan mikir. Bismillah semoga lancar.
Alhamdulillah, kami jalannya melipir dan pelan-pelan. Pakai strategi yang kemarin. Ga boleh buru-buru dan jangan menyikut dan menyakiti orang lain. Jadinya bisa dapat tempat yang lapang buat melempar walaupun kondisinya penuh sesak.
Selesai melempar, rasanyaa legaaa banget. Saya rasanya seperti melempar semua setan yang ada di diri saya biar hancur terhempas ke dinding jamarat. Semoga begitu ya..aaaamiiin.

Selesai melontar, kami pun berjalan berjalan kembali menuju Mina. Sambil beristirahat sejenak, kami makan telur rebus yang tadi dibeli. Langsung habis deh itu telur, ternyata ga sampai acara makan malam ya umurnya.. Alhamdulillah banget, jadi ada tenaga lagi.

Kami jalannya santai dan pelan saja, karena aslinya sudah lelah banget. Dan suhu siang hari ini luarbiasa panasnya. Air kemasan sudah habis, dan bodohnya botolnya tadi dibuang supaya ga bikin berat... Haduuuh ! Jadi susah deh mau minta air dari yang lain ! Tempat minum gratis kok ga muncul-muncul...ini udah jalan 2 kiloan. Padahal biasanya banyak kelihatan. Sempat ketemu air pancuran minum tapi ternyata rusak. Kerongkongan rasanya keriing banget. Akhirnya saking hausnya nanya ke sesama jamaah, ada yang punya air lagi kah ? Mereka pun airnya tinggal dikit-dikit.. paling tinggal 3 cm dari dasar botol. Ada yang sudah hampir habis. Ga tega juga mintanya. Dikasih air dari Mbak Yul, saya cuma minta seteguk sekedar untuk meringankan dahaga. Suami pun minta seteguk. Kasihan nenek kalau sampai kehabisan air minum.

Itu air rasanya cuma lewat saja. Baru jalan 5 meter udah haus lagi. Ya Allah, hausnya mencekik sekali bukan main-main.
Air liur kering, lidah pun sampai terjulur keluar.
Ya Allah, mohon ampun Ya Allah.. Haus banget hamba ini Ya Allah. Mohon pertemukan kami dengan air.. Ya Allah dimana airnya. Tolong kami Ya Rabb.
Wajah mulai pucat dan langkah pun jadi berat tersaruk-saruk. Begini rasanya kalau orang mau pingsan yaa..
Disaat mata mulai berkunang-kunang, di kejauhan tampak orang yang berkerumun di tempat air pancuran minum. Kami pun bergegas berlari mendekat lalu minum sepuasnya. Bismillaaah. Pak pembimbing sempat meledek, kata beliau wah jangan-jangan itu air comberan yang disaring. Hmm, ga mempan Pak ! Saya dan suami udah ga peduli lagi saking hausnya, wis Bismillah aja deh.

Alhamdulillaaaaaah Ya Allah. Di saat kami sungguh kehausan, Engkau lah yang mendatangkan air, hingga hilang haus dahaga yang menyiksa ini. Di saat kami sudah hampir putus asa, disitulah pertolongan Allah datang. Kuncinya hanya berdoa, berusaha untuk tetap berjalan dan pasrah tawakkal pada Allah.
Saya terus terang belum pernah ngerasa kehausan separah ini. Kalau di tanah air, kita kan selalu banyak minum, air pun ada dimana-mana dan cuacanya lembab. Kalau di Makkah ini memang subhanallah. Angin tak ada, kalaupun ada udaranya keriing banget. Ditambah suhu yang panas luar biasa, sungguh hebat betul manusia yang tinggal di jazirah Arab ini. Allah Maha Adil, mereka yang badannya besar-besar memang ditaruh Allah di daerah yang alamnya keras.

Semakin mendekati tenda Mina, kaki rasanya semakin pegal.
Di saat langkah mulai lemas dan lesu karena kelelahan, takbir dan talbiyah yang diteriakkan para jamaah dari negara lain menyemangati kami. Berganti-ganti. Kadang dari jamaah Malaysia yang tahu-tahu sudah disamping kami dan menyapa, "Apa kabar?". Lalu mengajak berjalan lebih cepat.
"Ayo Pakcik ! Ayo Makcik! "
"Ya ya ya.. silakan duluan lah kalian.."
Ada juga jemaah Turki yang sepertinya selalu yang paling semangat meneriakkan talbiyah atau sholawat.
Ya Allah, masyaa Allah ! 
Luarbiasa persaudaraan dalam Islam. Terharu rasanya mendapat sekadar senyum ramah dari mereka. Hal sepele yang jadi penuh arti dan bisa membangkitkan energi kita ternyata.

Sampai di Mina, kami langsung menghambur ke sajadah untuk bersujud syukur. Lalu bersiap sholat dzhuhur dan ashar yang dijamak.
Selesai makan, rasanya cuma kepingin tidur dan meluruskan kaki.
Alhamdulillah Ya Allah, karena Engkau sajalah kami bisa menyelesaikan rangkaian ibadah hari ini.
Kalau dihitung sejak jam 2 pagi tadi, kami sudah berjalan 20 km lebih hari ini. Masya Allah...ternyata kami bisa dan Alhamdulillah kami semua selamat.
Rasanya tak henti mengucap syukur. Alhamdulillah Ya Rabb..
Wajah-wajah pucat kelelahan bergelimpangan di karpet.
Aroma balsem dan minyak urut pun bertebaran di udara.

Ini adalah hari yang sungguh luarbiasa dan tak terlupakan seumur hidup saya.. Yang selalu mengingatkan saya, bahwa pertolongan Allah itu dekat. Amat dekat.

Makan di samping tumpukan sampah. Ga bakalan mau kalau di tanah air. Tapi anehnya di sebelahnya ada orang lagi santai sambil leyeh-leyeh.. Cuma di jalanan menuju jamarat banyak ditemukan keanehan macam ini. Hehe..

Wajah - wajah kelelahan sekaligus terharu... akhirnya berhasil juga kami menyelesaikan prosesi lempar jumrah yang kedua.

Klik di bawah ini untuk sambungannya ya..

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 10

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum. Wrwb.