Selasa, Agustus 08, 2017

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 7 - Armina Yang Menghujam Kalbu - ARAFAH DAY 2

Hari ini 9 Dzulhijjah

Harinya Wukuf di Arafah.

Pagi itu suasana tenang, udara cukup dingin dan matahari belum muncul tapi sudah terasa panasnya. Aktivitas sudah ramai sejak jam 3 pagi. Mulai banyak yang antri ke toilet untuk mandi dan wudhu.
Saya mengajak pak suami untuk mencari teh hangat. Kebiasaan saya selalu minum teh hangat di pagi hari.
Rupanya di meja makan belum ada air ... jadi kami berjalan-jalan mengelilingi area sekitar maktab. Sampai di dapur, terlihat kesibukan petugas katering sedang masak dan menanak nasi untuk sarapan.
Mereka sudah membuat teh, dan jamaah haji di sekitar dapur boleh mengambil teh yang disediakan. Alhamdulillah.
Sempat kami foto-foto sejenak berlatar bukit yang ada di Arafah.
Lalu kembali ke kemah untuk bersiap-siap menghadapi wukuf.

Selesai makan, mandi dan sholat Dhuha, jamaah haji lebih banyak membaca Al Quran atau berdzikir.
Saat menjelang wukuf, suasana makin syahdu.
Dzikir dan doa yang dilantunkan dan ceramah dari pemimpin haji di maktab sangat menyentuh hati.
Diingatkan tentang siapa kita dan kemana kita kelak akan pulang. Diingatkan tentang syukur atas segala nikmat apa saja yang Allah berikan pada kita. Baik kita suka atau tidak, semua itu baik untuk kita... Semua itu kasih sayang Allah.
Kita sampai duduk di sini di Arafah pun karena kasih sayang Allah. Berapa banyak orang ingin berhaji, berapa banyak uang yang telah dikeluarkan, kalau Allah tidak menghendaki, maka tidak akan sampai.
Diingatkan tentang orangtua dan kasih sayang mereka, dan banyak orang yang juga terpisah dengan orangtua atau tak pernah bertemu dengan ayah ibunya.
Juga tentang pasangan kita... Dari milyaran manusia, dipasangkan Allah dia yang jadi suami/isteri kita. Sementara banyak orang masih mencari mana pasangan hidupnya.
Tentang anak dan masih banyak keluarga yang menunggu kapan Allah memberi mereka keturunan.
Sungguh sudah banyaak sekali nikmat yang Allah beri, namun sedikit sekali kita bersyukur.

Saya meleleh..
Airmata terus turun membasahi jilbab dan baju saya.
Teringat semua pembangkangan saya pada Allah.
Rasa marah, kesal karena diberi ujian hidup yang saya benci, kadang saya merasa Allah jahat,
memberi saya masalah yang tidak ada jalan keluarnya,
padahal sayanya yang tidak mau merendah dan datang pada Allah.
Disela-sela dzikir dan doa itu saya berdialog pada Allah.

Dan Allah menjawabnya langsung.
Masya Allah betapa indahnya perasaan khusyuk ini.. Allah begitu dekat dan kita sedang berbicara dengan Sang Pencipta kita. Pencipta langit dan bumi. Pencipta bintang-bintang dan seluruh isi galaksi.
Gemetar rasanya seluruh badan dan jiwa.
Saya bukan mendengar kata... tapi merasa ada pemahaman yang masuk langsung ke dalam hati kita dan keyakinan bahwa ini sungguh Allah.
Perasaan bahwa kita sedang berdialog langsung dengan Sang Pencipta itu memang sulit dituangkan dalam kata-kata. Karena kali ini hati yang bicara, bukan logika.
Di saat kita berbicara, di detik itu juga ada rasa sejuk dan damai yang tak bisa diungkapkan dengan bahasa. Rasa sejuknya bahkan mampu mengalahkan panas di sekitar. Seakan-akan sedang ada di gunung dengan suhu yang dingin.
Rasanya melebihi saat kita lama bepergian jauh lalu pulang ke rumah ingin dipeluk ibu atau suami dan anak tercinta dengan rasa yang teramat sangat rindu. Rasa bahwa akhirnya kita bertemu dengan Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Ya Allah, siapa saya ini...
Dan saya paham, saya adalah ruh yang berasal dari Allah dan sewaktu-waktu akan kembali pulang.

Ya Allah, mengapa Engkau menciptakan saya ?
Lalu saya jadi paham.... Allah mau memberikan banyak kebaikan untuk saya di dunia ini, maka sembahlah Allah.

Ya Allah...terimakasih sudah membiarkan saya hadir di dunia ini pada waktu yang ini. Terbayang wajah semua orang yang saya cintai, anak, suami, ibu, bapak, abang adik semuaanya... Teman, keluarga, semua wajah berkelebat dengan cepat.

Ya Allah, aku sadar aku hanyalah ruh yang engkau masukkan ke tubuh ini...
Mohon bimbinglah aku Ya Rabb agar kembali padaMu dengan baik dan tenang. Janganlah aku menyakiti atau menyusahkan orang lain...
Tolonglah anak keturunanku supaya bisa mengenal dan dekat dengan Mu juga.
Bimbinglah anak-anakku dan keluarganya walaupun aku kelak sudah tiada. Kasihanilah mereka.. kasihanilah kami.
Ya Allah mohon mudahkan aku dan keluargaku di akhirat kelak. Tolong mudahkan saat hisab kami.
Kumpulkanlah kami di surga ya Rabb... ijinkan aku bertemu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.
Ijinkan aku memandang WajahMu ya Rabb.

Ya Allah ampuni aku...

Ya Allah... sayangilah aku... bimbinglah aku ya Rabb..
Aku sering bingung, aku sering ga tahu harus berbuat apa..tanpa Engkau aku pasti salah jalan ya Rabb..

Ya Allah....

Ya Allah...


Rasanya saya terus memanggil Allah, seakan Allah sedang duduk di hadapan saya dan menggenggam tangan saya.
Saya sadar waktu saya tidak banyak....begitu banyak yang ingin saya ucapkan, yang ingin saya mohonkan..
Sebentar lagi wukuf selesai, sebentar lagi Ashar, sebentar lagi harus ke Muzdalifah, sebentar lagi harus kembali ke Mekkah, sebentar lalu pulang ke Indonesia, sebentar lagi kematian datang ya Allah..

Pak pemimpin doa menyatakan kita memasuki akhir wukuf, rasanya airmata makin bercucuran.
Suami dan isteri dipersilakan saling bertemu dan bermaafan.
Suasana mendadak ribut, karena ibu-ibu di sebelah saya menangis sambil memanggil suaminya.

Saya lihat suami saya berjalan mendekati.
Kami saling mendekat dalam diam dan berpelukan sambil menangis.

Saya memandangnya dari sisi yang berbeda sekarang.
Inilah manusia yang dipilihkan Allah untuk jadi imam saya.
Kasihan, kelak dia harus berdiri di hadapan Allah mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya sebagai isteri dan bagaimana dia mendidik saya. Seorang pria apalagi dia adalah suami dan ayah akan berdiri dihisab lebih lama dari anggota keluarganya. Betapa beratnya jadi pria.
Semoga diringankan beban pertanyaan untukmu karenaku ya pa..
Semoga kita disatukan hingga ke jannah.. Aaaamiiin..

Wukuf di Arafah memang sungguh luarbiasa.
Berjumpa dalam artian sungguh berbicara dengan Allah itu rasanya.... tak terbayangkan.
Tempat yang suhunya panas membakar ini, padang pasir gersang dengan angin yang panas ... yang secara fisik jauh dari kata indah... tapi justru di sini saya mengenal arti bahagia yang sesungguhnya.
Kebahagiaan ternyata bukan karena kita berada di tempat indah, berpakaian yang cantik dan segala sematan duniawi yang selama ini jadi indikator rasa bahagia kita.
Kebahagiaan itu hadir saat diberikan rasa bahagia oleh Sang Pemilik Rasa.

Saya baru mengerti ungkapan hadist, bahwa kebahagiaan tertinggi di surga adalah saat bertemu dan bisa menatap wajah Allah secara langsung.
Baru dikasih setetes kenikmatan bersua Allah sebentar begini saja rasanya jiwa bungah dan hati membuncah bukan main.
Apalagi bila bisa menatap wajah Allah, Zat Maha Pengasih dan Penyayang secara langsung.

Di Arafah inilah saya berniat ingin membuat tulisan ini. Yah, pada kenyataannya tak semudah dugaan saya. Banyak kesibukan tak menentu yang membikin tulisan ini tak kunjung selesai. Niat saya hanya semoga semakin banyak yang berniat berhaji selagi muda. Percaya Allah akan mudahkan dan menjaga semua urusan dan keluarga yang ditinggalkan.
Semoga teman-teman semangat berikhtiar supaya segera masuk dalam daftar antrian haji ya.
Lamanya jangka waktu antrian jangan dipusingkan. Tambah saja kualitas keimanan kita, tambah lagi ilmu agama kita .... siapa tahu Allah panggil berhaji lebih cepat daripada antrian yang bertahun-tahun itu.
Karena waktu toh bukan punya kita.
Tugas kita lah menjalaninya dengan sebaik aktivitas yang kita bisa.

Insya Allah.

Bersambung ke : Mina dengan Sejuta Rasa

Klik di bawah ini ya..

Kutinggalkan Bayiku Pergi Haji 8

Terima kasih sudah membaca.
Wassalamualaikum wrwb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar